Netflix dan Tantangan Pengenaan Pajak di Indonesia: Solusi dari OECD dan Langkah Indonesia
- Selasa, 11 Februari 2025

Jakarta - Netflix, layanan streaming populer berbasis di Amerika Serikat, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital di Indonesia. Penggunanya membayar biaya langganan bulanan untuk menikmati deretan film dan serial dari berbagai negara. Menurut Business of Apps, pada tahun 2023, pendapatan global Netflix mencapai 33,7 miliar dolar AS. Sebagian dari pendapatan ini tentu berasal dari Indonesia, menimbulkan pertanyaan besar: Apakah Netflix membayar Pajak Penghasilan (PPh) dari pendapatan yang diperoleh di Indonesia?
Untuk dianggap sebagai wajib pajak PPh di Indonesia, perusahaan harus memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Salah satu syarat utama adalah keberadaan kantor cabang atau perwakilan di Indonesia, yang menjadikan perusahaan tersebut berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT). Namun demikian, hingga saat ini, Netflix belum mendirikan kantor resmi di Indonesia. Akibatnya, perusahaan ini belum memiliki status BUT dan tidak membayar PPh atas pendapatan dari pengguna di Indonesia hingga 2024.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga menjadi tantangan global. Banyak perusahaan multinasional yang mampu menghindari kewajiban perpajakan di negara-negara tempat mereka beroperasi secara virtual. Masalah ini telah menjadi perhatian serius negara-negara besar yang mencari solusi untuk keadilan perpajakan dalam ekonomi digital
Solusi OECD: Menciptakan Sistem Pajak Internasional yang Adil
Pada 8 Oktober 2021, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkenalkan "Two Pillar Solution" atau Solusi Dua Pilar untuk menjawab tantangan perpajakan digital ini. Solusi ini dirancang untuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak secara adil di negara tempat mereka beroperasi.
"Pilar satu" menargetkan perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas 20 miliar Euro dan keuntungan lebih dari 10% dari pendapatan. Kebijakan ini memberi hak kepada negara tempat pasar berada untuk memungut pajak atas pendapatan perusahaan. 25% dari keuntungan residu, yaitu keuntungan di atas 10% dari pendapatan, akan dialokasikan ke negara tempat pasar berada, menciptakan sistem pajak yang lebih adil.
"Pilar dua" memperkenalkan pajak minimum global, yang berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan global lebih dari 750 juta Euro. Tujuannya adalah agar perusahaan multinasional membayar pajak minimal 15% di seluruh dunia, mengurangi insentif untuk mengalihkan laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Jika suatu negara memberlakukan pajak kurang dari 15%, maka induk perusahaan diharuskan membayar pajak tambahan hingga mencapai minimal tersebut.
Implementasi dan Tantangan Global
Meskipun Solusi Dua Pilar telah disepakati oleh sekitar 140 negara, implementasinya masih menghadapi banyak tantangan. Negara-negara dengan basis perusahaan multinasional besar, seperti Amerika Serikat, melihat potensi penurunan pendapatan pajak mereka. Kebijakan ini mengharuskan perusahaan membayar pajak di negara-negara tempat mereka memiliki pasar, yang menguntungkan negara-negara pasar dan dapat mengurangi penerimaan pajak negara asal perusahaan.
"Kami menghadapi dilema besar. Meskipun kebijakan ini adil untuk negara pasar, namun berdampak pada pengurangan potensi pendapatan bagi negara asal perusahaan," ungkap seorang pejabat di lembaga perpajakan internasional.
Langkah Indonesia: Menerapkan Pilar Kedua OECD
Indonesia termasuk di antara negara yang mengambil inisiatif dengan menerapkan Pilar Kedua dari Solusi OECD. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024, Indonesia resmi memberlakukan kebijakan pajak minimum global sebesar 15% mulai 1 Januari 2025.
Indonesia memperkenalkan tiga skema untuk pengenaan pajak ini: Pertama, Income Inclusion Rule (IIR) untuk memungkinkan negara induk memungut pajak tambahan dari negara pasar. Kedua, Undertaxed Payment Rule (UTPR) yang mengalokasikan pajak tambahan ke seluruh entitas dalam grup di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Ketiga, Domestic Minimum Top-up Tax (DMTT) yang memungkinkan negara pasar memungut pajak tambahan tersebut.
Langkah ini diharapkan dapat memastikan bahwa perusahaan multinasional seperti Netflix mulai membayar pajak penghasilan di Indonesia, memperkuat sistem perpajakan dan mempromosikan keadilan ekonomi di era digital.
Dengan demikian, meskipun implementasi Solusi Dua Pilar OECD masih membutuhkan waktu dan konsensus global, langkah Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan merata di era digital yang terus berkembang.
Baca Juga

Rapli
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
8 Mobil Listrik Modern Hadir dengan Aplikasi Canggih
- 10 September 2025
2.
Makanan Tradisional Jepang Mendukung Umur Panjang Sehat
- 10 September 2025
3.
Daftar Harga BBM Pertamina Seluruh Indonesia Hari Ini
- 10 September 2025
4.
PLN Pastikan Tarif Listrik September 2025Tetap Stabil
- 10 September 2025
5.
Harga Minyak Naik, Prospek Ekonomi Tetap Menjanjikan
- 10 September 2025