Selasa, 09 September 2025

Negosiasi Panjang Hambat Proyek Energi Terbarukan: Tinjauan dan Tantangan

Negosiasi Panjang Hambat Proyek Energi Terbarukan: Tinjauan dan Tantangan
Negosiasi Panjang Hambat Proyek Energi Terbarukan: Tinjauan dan Tantangan

JAKARTA - Industri energi terbarukan di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pelaksanaannya, seperti yang diungkapkan oleh Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA). Proses pengadaan proyek energi terbarukan di Indonesia, meskipun telah dimulai beberapa tahun lalu, menghadapi hambatan signifikan yang mengakibatkan keterlambatan dalam penandatanganan kontrak jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA).

Perlambatan dalam Pengadaan Proyek

Menurut Analis Keuangan Energi IEEFA, Mutya Yustika, pengadaan proyek energi terbarukan yang dilakukan oleh PLN berjalan lebih lambat dari yang diharapkan. "Meski PLN menargetkan ekspansi kapasitas energi terbarukan yang signifikan, namun proses pengadaannya justru berjalan lambat. Kebanyakan proyek energi terbarukan saat ini masih dalam tahap lelang dan negosiasi," ujar Mutya dalam wawancara pada Senin, 16 Desember 2024.

PLN menargetkan penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 21 gigawatt (GW) dari tahun 2021 hingga 2030, seperti yang dicantumkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Namun, realisasi rata-rata tiap tahunnya baru mencapai 0,6 GW, jauh dari target 2,1 GW per tahun. Terdapat kendala besar dalam upaya pemerintah untuk menghentikan operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara yang masih mendominasi.

Proyek Tertunda dan Strategi Masa Depan

Proyek penggantian 5.200 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi energi terbarukan yang diumumkan tahun 2022 adalah salah satu program yang mengalami penundaan. Meskipun lelang tahap awal telah dilakukan dan Letter of Intent (LoI) diteken pada Desember 2023, belum ada satu pun kontrak yang ditandatangani.

Proyek Hijaunesia 2023 yang menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berskala 1 GW juga masih dalam fase perencanaan dan pemilihan mitra, meski sudah berjalan hampir dua tahun. IEEFA menggarisbawahi perlunya restrukturisasi proses pengadaan untuk mewujudkan tambahan kapasitas energi terbarukan yang signifikan setiap tahunnya, mengikuti visi Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah perlu merancang prioritas dalam pengadaan proyek serta memastikan pengadaan dan kontrak ditegakkan dengan prinsip rasionalitas dan dukungan pendanaan yang memadai.

Koordinasi Lintas Sektor

Strategic Energy Finance Advisor Asia IEEFA, Grant Hauber, mengemukakan bahwa kerjasama lintas sektor sangat dibutuhkan. “Untuk mendukung keberhasilan pengadaan energi bersih, harus dilakukan identifikasi dan prioritas portofolio proyek, terutama proyek yang memiliki lahan dan sumber daya yang memadai untuk dapat segera diimplementasikan,” katanya.

Hauber menekankan pentingnya keputusan yang melibatkan PT Sarana Multi Infrastruktur, PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), dan Indonesia Investment Authority (INA) untuk berkolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, serta PLN.
 

Memensiunkan PLTU untuk Masa Depan

Langkah penting lainnya dalam percepatan proyek energi terbarukan adalah strategi pensiun dini PLTU. Menurut Mutya, pemerintah perlu mengambil langkah strategis dalam memprioritaskan PLTU yang akan dimatikan, terutama yang dimiliki oleh PLN. Hal ini dianggap lebih mudah dibanding PLTU yang dimiliki oleh produsen listrik swasta (IPP). Dari kapasitas total 50 GW PLTU, sekitar 22 GW dimiliki oleh PLN, dengan 23 persen dari instalasi tersebut telah beroperasi lebih dari 25 tahun.

Mutya menggarisbawahi bahwa penutupan PLTU milik PLN bisa dilakukan secara internal, tanpa proses negosiasi yang kompleks seperti halnya dengan PLTU milik IPP. "Karena terjadi kelebihan pasokan, PLTU yang dimiliki PLN juga tidak dioperasikan penuh. Dalam kondisi normal, capacity factor PLTU seharusnya sekitar 80 persen. Namun, pada tahun 2023, PLTU PLN di Sistem Kelistrikan Jawa-Bali hanya beroperasi dengan capacity factor 59 persen dan di Sumatera hanya 53 persen," jelasnya.

Dengan mengidentifikasi empat PLTU besar yang berpotensi untuk ditutup, yaitu PLTU Suralaya Unit 1-7, Bukit Asam, Paiton, dan Ombilin, pemerintah memiliki peluang untuk mempercepat transisi energi bersih di Indonesia.

Untuk mencapai transisi energi berkelanjutan, Indonesia memerlukan strategi yang matang dan kolaborasi lintas sektor yang efektif. Keterlambatan dalam proyek energi terbarukan harus ditangani dengan serius, dan semua pemangku kepentingan harus berkomitmen pada solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil.

Baca Juga

Dua Anak Karate Meninggal di Tol Padang-Sicincin, Panitia Shukaido Bantu Penanganan Korban

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Kementerian ESDM Tambah 3 Pembangkit Gas Murah di Batam 2025

Kementerian ESDM Tambah 3 Pembangkit Gas Murah di Batam 2025

Proyek Tol IKN Seksi 1B Tembus Progres 16 Persen, Lampaui Target

Proyek Tol IKN Seksi 1B Tembus Progres 16 Persen, Lampaui Target

Jadwal KA Prameks Jogja Kutoarjo, Pilihan Hemat Kereta Api Harian

Jadwal KA Prameks Jogja Kutoarjo, Pilihan Hemat Kereta Api Harian

8 Pilihan Mobil Listrik 2025 dengan Sunroof, Modern dan Terjangkau

8 Pilihan Mobil Listrik 2025 dengan Sunroof, Modern dan Terjangkau

Update Terbaru Rincian Jadwal Penyebrangan Ferry Samosir 2025

Update Terbaru Rincian Jadwal Penyebrangan Ferry Samosir 2025