Pengertian Fidusia, Sertifikat Jaminan, dan Hak Eksekusinya
- Selasa, 05 Agustus 2025

Pengertian fidusia penting dipahami oleh siapa pun yang sering terlibat dalam urusan finansial, baik bisnis maupun peminjaman aset.
Istilah ini mungkin belum begitu familiar bagi sebagian orang, padahal perannya cukup vital dalam kegiatan ekonomi, khususnya bagi mereka yang pernah mengakses pinjaman modal, investasi, atau menanamkan modal dalam bentuk lain.
Secara sederhana, fidusia adalah proses pemindahan hak milik atas suatu benda kepada pihak lain. Namun, meskipun hak kepemilikan secara hukum telah beralih, objek tersebut sejatinya masih dikuasai oleh pihak yang memberikan kewenangan.
Baca Juga
Salah satu contoh paling umum bisa ditemukan dalam sistem kredit kendaraan bermotor.
Misalnya, meskipun nama pembeli terdaftar sebagai pemilik kendaraan, kepemilikan sejatinya masih berada dalam kontrol pihak penyedia pembiayaan hingga kewajiban pelunasan terpenuhi.
Penjelasan ini tentu baru merupakan gambaran umum. Agar pemahaman semakin mendalam mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pengertian fidusia, penjelasan lebih lanjut perlu dipelajari secara menyeluruh.
Pengertian Fidusia
Sejak awal telah dibahas secara singkat mengenai pengertian fidusia, namun akan jauh lebih bermanfaat jika memahami maknanya secara lebih mendalam.
Hal ini menjadi krusial karena istilah fidusia cukup sering dijumpai dalam konteks keuangan dan transaksi.
Dari sudut pandang etimologis, istilah fidusia memiliki beberapa asal kata dari berbagai bahasa. Pertama, berasal dari bahasa Latin, yaitu “fides” yang berarti kepercayaan.
Kemudian dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Fiduciaire Eigendom Overdracht, dan dalam bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Kedua frasa tersebut merujuk pada penyerahan hak kepemilikan yang didasarkan atas rasa saling percaya.
Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 mengenai jaminan fidusia, makna fidusia dijelaskan sebagai pemindahan hak kepemilikan suatu objek atas dasar kepercayaan, namun objek tersebut tetap dikuasai oleh pihak yang semula memilikinya.
Undang-undang ini juga menjelaskan bahwa dalam mekanisme fidusia terdapat dua peran utama, yakni pemberi dan penerima fidusia. Untuk memperjelas, berikut ini adalah uraian mengenai masing-masing pihak:
- Pemberi fidusia merupakan individu atau badan seperti koperasi yang mempunyai barang yang dijadikan sebagai jaminan fidusia.
- Penerima fidusia adalah individu atau badan seperti koperasi yang memiliki kewajiban utang dan memperoleh jaminan berupa objek fidusia untuk menjaminnya.
Untuk memudahkan pemahaman, fidusia dapat dibayangkan sebagai situasi di mana seseorang menyerahkan hak kepemilikan barang kepada pihak lain, namun barang tersebut tetap dalam penguasaan pihak yang awalnya memiliki.
Sedangkan jaminan fidusia, sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, merupakan hak jaminan atas benda bergerak (baik yang berwujud maupun tidak berwujud) serta benda tidak bergerak dalam bentuk bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Perbedaan Fidusia dengan Sistem Gadai
Setelah memahami definisi dari fidusia, tahap berikutnya adalah mengenali bagaimana perbedaan antara fidusia dan gadai. Banyak orang yang belum terbiasa mungkin mengira keduanya serupa.
Namun, jika ditelaah lebih mendalam, ada sejumlah perbedaan yang cukup jelas antara keduanya. Secara umum, terdapat dua aspek utama yang membedakan kedua bentuk jaminan tersebut.
Jika kamu belum terlalu memahami poin-poin perbedaannya, penjabaran di bawah ini bisa menjadi panduan yang bermanfaat.
Bentuk Jaminan
Dari sisi jaminan, fidusia dan gadai memiliki mekanisme yang berbeda. Dalam sistem fidusia, prosesnya harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh notaris.
Selain itu, jaminan tersebut harus melalui proses pendaftaran di kantor pendaftaran khusus. Sementara pada gadai, tidak ada kewajiban untuk mendaftarkan barang jaminan tersebut secara administratif.
Dalam praktiknya, jaminan fidusia baru bisa diproses jika pihak yang berutang tidak memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian utama.
Barang yang dijaminkan melalui fidusia bisa dijual, tetapi pihak yang memiliki kewenangan penuh terhadap objek tersebut adalah penerima jaminan.
Penjualan barang dapat dilakukan melalui mekanisme lelang atau berdasarkan kesepakatan langsung antara pihak-pihak terkait.
Berbeda dengan fidusia, dalam gadai barang jaminan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan kreditur sebagai bentuk perlindungan utang.
Barang tersebut tidak akan digunakan atau dimanfaatkan selama masa pinjaman. Jika terjadi kelalaian dari pihak peminjam, barang tersebut dapat dijual untuk menutupi utang.
Terdapat dua prosedur dalam menjual barang jaminan gadai: yang pertama, barang bisa dijual tanpa perlu persetujuan dari ketua pengadilan; yang kedua, proses penjualan dilakukan dengan izin dari pengadilan melalui keputusan hakim.
Kepemilikan atas Barang
Aspek kepemilikan juga menjadi pembeda antara kedua sistem ini. Dalam fidusia, kendali atas barang tetap berada di tangan pihak pemberi utang atau kreditur.
Sementara itu, dalam gadai, pihak yang memegang jaminan memiliki kontrol terhadap barang tersebut.
Meski demikian, hak suara atau keputusan terkait barang tetap menjadi milik pihak yang menggadaikannya. Itulah penjabaran mengenai beberapa perbedaan yang terdapat pada fidusia dan gadai.
Setidaknya, dua aspek utama yang telah dijelaskan di atas bisa membantu kamu mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai cara kerja dan karakteristik dari kedua sistem jaminan tersebut.
Sertifikat Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia tidak dapat diberlakukan secara sembarangan, sebab terdapat sejumlah ketentuan penting di dalamnya. Salah satu syarat utama adalah keharusan adanya sertifikat jaminan fidusia, yang nantinya akan disahkan oleh notaris.
Sertifikat tersebut berperan penting dalam memberikan rasa aman, baik bagi pihak pemberi maupun penerima pinjaman. Dengan adanya sertifikat ini, diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam proses peminjaman tersebut.
Bagi kreditur atau pihak pemberi pinjaman, keberadaan sertifikat ini sangat vital. Sertifikat jaminan fidusia memberikan dasar hukum yang kuat bagi mereka untuk mengambil alih barang jaminan apabila debitur gagal melunasi pinjamannya.
Selain itu, tindakan tersebut juga akan mendapat perlindungan secara hukum dari pihak berwenang.
Tak hanya bermanfaat bagi kreditur, sertifikat fidusia juga memberikan perlindungan bagi debitur. Adanya dokumen resmi ini memastikan bahwa kreditur tidak bertindak semena-mena atau melampaui batas dalam menagih atau menyita barang jaminan.
Isi dalam sertifikat jaminan fidusia telah mengatur dengan rinci segala ketentuan penyitaan, termasuk jumlah minimum utang yang harus dibayar agar barang jaminan dapat dikembalikan kepada debitur.
Setelah memahami betapa pentingnya keberadaan sertifikat jaminan fidusia, langkah selanjutnya adalah mengetahui prosedur pembuatannya.
Untuk memperoleh sertifikat tersebut, jaminan fidusia harus didaftarkan terlebih dahulu ke kantor pendaftaran fidusia. Proses ini juga harus disahkan oleh notaris, yang nantinya akan menerbitkan sertifikat resmi.
Setelah sertifikat selesai dibuat, dokumen tersebut kemudian didaftarkan ke perusahaan fidusia. Pihak debitur pun akan menerima salinan sertifikat sebagai bukti dan jaminan hukum dalam proses pinjaman yang berlangsung.
Hak Eksekusi Fidusia
Pembahasan selanjutnya berkaitan dengan hak eksekusi dalam fidusia. Tidak cukup hanya memahami apa itu fidusia, pemahaman mengenai hak eksekusi juga sangat krusial.
Hak ini biasanya diberlakukan ketika debitur atau penerima pinjaman tidak mampu melanjutkan pembayaran angsuran yang telah disepakati.
Meski demikian, pelaksanaan hak eksekusi fidusia tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu sebelum tindakan eksekusi dapat dijalankan.
Langkah awal dari pihak kreditur atau pemberi pinjaman adalah mengirimkan surat peringatan kepada debitur.
Setelah surat peringatan pertama dikirim, pihak pemberi pinjaman akan menunggu respons dari debitur.
Jika debitur menunjukkan itikad baik, misalnya dengan kembali melakukan pembayaran sesuai kesepakatan, maka proses eksekusi tidak akan dilanjutkan.
Namun jika tidak ada tanggapan dari penerima pinjaman, maka surat peringatan kedua akan diberikan. Jika setelah surat kedua pun masih tidak ada respons, maka pihak kreditur berhak melanjutkan ke tahap eksekusi fidusia sebagai tindakan terakhir.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, proses eksekusi fidusia tidak dapat dilakukan secara sepihak. Apabila kreditur ingin mengeksekusi jaminan fidusia, maka ia wajib melengkapi beberapa dokumen penting.
Dokumen yang dibutuhkan mencakup surat peringatan pertama dan kedua, surat kuasa eksekusi, serta sertifikat fidusia.
Kelengkapan dokumen ini menjadi syarat mutlak agar proses eksekusi berjalan sesuai aturan dan tidak menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari.
Prinsip dalam Fidusia
Di ranah keuangan, istilah fidusia telah dikenal luas dan kerap dimanfaatkan dalam berbagai transaksi.
Namun, memahami sejumlah poin dasar terkait fidusia hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan konsep yang ada. Masih terdapat aspek-aspek lain yang memiliki keterkaitan erat dengan mekanisme ini.
Salah satu hal penting yang tak boleh diabaikan adalah dasar-dasar yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan fidusia.
Keberadaan prinsip-prinsip ini memiliki peranan penting dalam menjaga kelangsungan aktivitas seperti pemberian pinjaman dan bentuk pembiayaan lainnya. Secara umum, terdapat dua prinsip utama yang dapat dipahami dalam penerapan fidusia.
Prinsip pertama menyangkut kejelasan mengenai objek yang dijadikan jaminan dalam perjanjian fidusia. Setiap barang yang dijadikan agunan harus dilengkapi dengan data yang jelas dan lengkap, termasuk status kepemilikannya.
Tak hanya itu, proses verifikasi terhadap barang tersebut juga perlu dilakukan dalam waktu yang relatif singkat agar tidak menghambat pelaksanaan perjanjian.
Prinsip kedua berkaitan dengan keberadaan kesepakatan tertulis yang mencantumkan barang sebagai jaminan dalam kontrak fidusia.
Artinya, objek yang dijadikan jaminan merupakan hasil persetujuan antara kedua belah pihak yang secara resmi dituangkan dalam dokumen perjanjian.
Dasar Hukum Fidusia
Fidusia telah memiliki landasan hukum yang jelas. Sebelumnya juga telah disebutkan bahwa aturan mengenai fidusia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang membahas mengenai jaminan fidusia.
Biaya Fidusia
Secara sederhana, besarnya biaya fidusia ditentukan oleh nilai objek yang dijadikan jaminan kredit.
Meskipun demikian, ketentuan tarif fidusia mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 yang memuat Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Peraturan ini juga menjelaskan adanya penyesuaian tarif fidusia, terutama pada kelompok penjaminan tertentu. Namun, beberapa kategori nilai penjaminan tetap tidak mengalami perubahan.
Peraturan yang Ada pada Fidusia
Fidusia tidak hanya diatur oleh dasar hukum utama, tetapi juga dilengkapi dengan sejumlah ketentuan penting lainnya.
Sebagaimana telah disinggung dalam penjelasan sebelumnya, pemahaman mengenai fidusia akan lebih mendalam apabila juga disertai dengan pemahaman terhadap peraturan-peraturan yang menyertainya.
Salah satunya adalah kewajiban untuk membebankan objek jaminan fidusia melalui pembuatan akta notaris. Akta ini wajib disusun dalam bahasa Indonesia dan berfungsi sebagai dokumen resmi jaminan fidusia.
Dalam akta notaris tersebut, harus tercantum secara rinci identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.
Selain itu, dokumen tersebut juga perlu menjelaskan secara jelas mengenai objek yang dijadikan jaminan, termasuk data yang berkaitan dengan perjanjian utama yang dijamin oleh fidusia.
Tak berhenti sampai di situ, akta tersebut juga harus memuat informasi mengenai nilai barang yang dijadikan jaminan dan besarnya nilai penjaminan itu sendiri.
Tugas Pemegang Fidusia
Pemegang fidusia memiliki sejumlah tanggung jawab yang tidak hanya bersifat legal, tetapi juga berlandaskan etika. Beberapa kewajiban utama yang harus dijalankan oleh pihak pemegang fidusia meliputi:
- Penerima fidusia yang bertindak atas nama pihak lain wajib mengelola aset tersebut sesuai dengan kepentingan dan tujuan dari pemilik aslinya, dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran.
- Pemegang fidusia harus mampu menjamin bahwa tidak ada konflik kepentingan antara dirinya dan pihak pemilik aset agar hubungan hukum tetap berjalan dengan jujur dan adil.
- Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, pemegang fidusia juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya terkait kondisi aset atau barang yang akan dialihkan kepada pihak ketiga, seperti calon pembeli. Selain itu, pemegang fidusia juga tidak diperbolehkan mengambil keuntungan pribadi dari proses penjualan tersebut.
Apabila pemilik aset meninggal dunia, keberadaan akta fidusia tetap berlaku sah. Hal ini menjadi penting terutama bagi aset yang membutuhkan pengelolaan secara berkelanjutan, seperti aset perkebunan dan jenis aset lain yang serupa.
Contoh dari Fidusia
Setelah memahami berbagai hal penting terkait fidusia, rasanya belum lengkap jika tidak membahas beberapa contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini beberapa ilustrasi dari praktik fidusia:
- Saat kamu mengajukan kredit kendaraan bermotor, misalnya motor, pihak leasing atau lembaga pembiayaanlah yang sesungguhnya membeli motor tersebut.
Walaupun nama kamu tercantum dalam BPKB sebagai pemilik, status kepemilikan yang sebenarnya masih berada di tangan pihak leasing hingga seluruh cicilan dilunasi.
Artinya, hak atas kendaraan itu masih menjadi milik pihak pemberi kredit selama kewajiban pembayaran belum terpenuhi sepenuhnya.
- Contoh lainnya terjadi pada saat kamu membeli rumah dengan sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam skema ini, bank sebagai pihak pemberi pinjaman akan terlebih dahulu membeli rumah tersebut untukmu.
Meski kamu dapat langsung menempati rumah dan menggunakannya sebagaimana pemilik, kepemilikannya secara hukum masih berada di pihak bank.
Rumah baru akan sepenuhnya menjadi milikmu setelah seluruh kewajiban angsuran KPR dilunasi sesuai perjanjian yang telah disepakati di awal.
Sebagai penutup, dengan memahami pengertian fidusia, kita bisa lebih bijak dalam menjalani perjanjian hukum yang melibatkan aset atau barang sebagai jaminan utang.

Bru
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Xiaomi 15 Ultra Hadir dengan Kamera Leica Premium
- 08 September 2025
2.
iPhone 16 Jadi Pilihan Menarik September 2025
- 08 September 2025
3.
Nubia V70 Max Hadir Baterai Jumbo Harga Terjangkau
- 08 September 2025
4.
Tecno Pova 7 Series Tawarkan Desain Menarik Terbaru
- 08 September 2025
5.
Lava Bold N1 5G Tawarkan Desain Premium Murah
- 08 September 2025