
JAKARTA - Menjelang akhir Juni 2025, perhatian publik tertuju pada laporan inflasi dan data perdagangan luar negeri yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Juli. Mulai bulan ini, BPS menggabungkan pengumuman data inflasi dan ekspor-impor dalam satu hari untuk memberikan gambaran ekonomi yang lebih komprehensif.
Proyeksi Inflasi Juni Tumbuh Positif
Inflasi bulan Juni diprediksi mengalami kenaikan sebesar 0,13% secara bulanan (month-to-month/mtm). Kenaikan ini menunjukkan akselerasi dibandingkan bulan Mei yang masih mencatat deflasi sebesar -0,37%. Dengan kata lain, setelah melewati periode deflasi, Indonesia diperkirakan akan kembali menghadapi inflasi pada Juni 2025.
Baca Juga
Sementara itu, inflasi tahunan (year-on-year/yoy) juga diperkirakan meningkat, dengan proyeksi mencapai 1,81% yoy dibandingkan Mei yang sebesar 1,6% yoy. Ini menunjukkan tekanan harga yang mulai meningkat setelah sempat melambat.
Inflasi inti (core inflation) yang mengukur tekanan harga dari komponen yang lebih stabil pun turut diperkirakan naik menjadi 2,42% yoy pada Juni.
Kenaikan Harga Pangan Dorong Inflasi
Kenaikan inflasi bulanan ini salah satunya didorong oleh peningkatan harga beberapa komoditas pangan pokok. Data dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Senin, 30 Juni 2025 menunjukkan harga beras medium rata-rata mencapai Rp 13.989 per kilogram, naik 1,65% dari rata-rata bulan sebelumnya. Harga bawang merah juga mengalami lonjakan signifikan, berada di Rp 42.172/kg atau naik 6,38% dibandingkan Mei.
Tidak hanya itu, harga cabai rawit merah juga mengalami kenaikan sebesar 3,3%, dengan harga rata-rata mencapai Rp 54.842 per kilogram. Kenaikan harga pangan ini menjadi faktor utama penyebab inflasi yang mulai meningkat.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede, menjelaskan bahwa inflasi moderat bulan Juni sebagian besar disebabkan oleh tekanan harga pangan yang kembali naik setelah menurun pada bulan sebelumnya. “Inflasi kelompok harga bergejolak (volatile food) diperkirakan meningkat terutama disebabkan oleh naiknya harga beberapa komoditas pangan, seperti bawang merah, beras, dan cabai rawit,” ujarnya.
Josua menambahkan, peningkatan harga bawang merah dipengaruhi oleh gangguan produksi akibat kondisi tanah yang basah dan lembab serta serangan hama pasca musim hujan, yang berdampak pada pasokan. Kondisi ini secara langsung memengaruhi harga di pasar dan berkontribusi pada kenaikan inflasi.
Peran Harga Emas dan Kondisi Global
Selain harga pangan, faktor lain yang berperan dalam dinamika inflasi adalah harga emas dunia. Pada Juni 2025, harga emas sempat melonjak tinggi akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Namun, sejak pertengahan Juni, harga emas mulai menurun dari puncaknya di US$ 3.432,8 per troy ons pada 13 Juni menjadi sekitar US$ 3.278,7 per troy ons pada akhir Juni.
Pergerakan harga emas ini menjadi salah satu indikator yang memengaruhi inflasi inti, karena emas dianggap sebagai komoditas yang mewakili kestabilan ekonomi global.
Proyeksi Inflasi hingga Akhir Tahun
Melihat kondisi saat ini, Josua Pardede memproyeksikan inflasi Indonesia akan tetap terkendali dan berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) yaitu 1,5% hingga 3,5% sampai akhir tahun 2025. Beberapa faktor pendukung stabilitas inflasi adalah meredanya inflasi impor (imported inflation) yang sejalan dengan menurunnya risiko ketegangan perdagangan global.
Selain itu, meredanya konflik geopolitik di Timur Tengah juga berkontribusi menekan harga minyak dunia yang sempat melonjak dan berpotensi mengganggu stabilitas harga domestik.
Dengan kondisi tersebut, Josua memperkirakan inflasi nasional sepanjang 2025 akan berkisar di angka 2,33%. “Dengan terkelolanya inflasi, apabila kondisi global terus membaik dan rupiah tetap stabil, maka ruang bagi BI untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada sisa 2025, terutama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang cenderung melambat,” tegas Josua.
Sinergi Data Inflasi dan Perdagangan
Penggabungan rilis data inflasi dan perdagangan luar negeri oleh BPS menjadi langkah strategis dalam memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai kondisi ekonomi Indonesia. Data perdagangan luar negeri yang sebelumnya dirilis setiap pertengahan bulan kini hadir bersamaan dengan data inflasi awal bulan, sehingga dapat mempermudah analisis dan pengambilan kebijakan.
Dengan pergerakan harga sembako yang mulai naik dan proyeksi inflasi yang kembali positif, perhatian kini tertuju pada bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia akan mengelola dinamika ini agar inflasi tetap terkendali dan ekonomi nasional tumbuh stabil.
Meski harga sejumlah komoditas pangan pokok mengalami kenaikan, inflasi bulan Juni diperkirakan tetap berada pada tingkat moderat dan masih dalam batas target BI. Peningkatan harga pangan, khususnya beras, bawang merah, dan cabai rawit, menjadi faktor utama pendorong inflasi. Namun, kondisi geopolitik yang membaik dan stabilitas nilai tukar rupiah memberikan ruang bagi otoritas moneter untuk menjaga kestabilan ekonomi secara keseluruhan. Dengan pengelolaan yang tepat, inflasi di kisaran 2,33% sepanjang 2025 dapat tercapai, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Sutomo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Prabowo Subianto Komitmen Dirikan 500 Sekolah Rakyat
- 12 September 2025
2.
Kemenpar Dorong Bangka Belitung Jadi Destinasi Wisata Dunia
- 12 September 2025
3.
Menbud Umumkan 27 September Sebagai Hari Komedi Nasional
- 12 September 2025
4.
Cara Praktis Menonaktifkan WhatsApp Akun 2025
- 12 September 2025
5.
Hari Ini Keenam Shio Raih Keberuntungan Luar Biasa
- 12 September 2025