
Gejala asma menjadi perhatian penting karena saluran pernapasan yang terganggu dapat menyebabkan kesulitan bernafas dan meningkatkan risiko kesehatan.
Oleh karena itu, mengetahui gejala dari penyakit asma yang perlu diwaspadai sangatlah penting. Pada artikel ini, kami akan membahas secara lengkap mengenai gejala asma, penyebabnya, serta cara pencegahan dan pengobatannya.
Jika kamu tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakit ini, simak terus informasi yang kami sajikan hingga akhir!
Baca Juga15 Tempat Wisata di Sukabumi 2025 Terbaik yang Indah Untuk Dikunjungi
Apa Itu Asma?
Asma bronkial, yang lebih dikenal dengan sebutan asma, adalah kondisi yang terjadi akibat peradangan pada saluran pernapasan, yang menyebabkan pembengkakan dan penyempitan di area bronkus.
Pembengkakan ini menghambat aliran udara ke paru-paru dan membuat saluran pernapasan menjadi lebih sensitif terhadap berbagai pemicu.
Selain itu, peradangan ini juga merangsang produksi lendir yang berlebihan, yang semakin mempersempit saluran pernapasan dan menyebabkan kesulitan bernapas.
Penyakit ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, tergantung pada faktor pemicunya, seperti:
Asma batuk
Asma alergi
Asma yang dipicu oleh olahraga
Asma terkait pekerjaan tertentu
Asma nokturnal (hanya kambuh di malam hari)
Walaupun ada anggapan bahwa asma dapat sembuh total, kenyataannya, asma adalah kondisi kronis yang tidak dapat disembuhkan sepenuhnya. Namun, dengan pengelolaan yang tepat, tingkat keparahannya dapat dikendalikan agar tidak sering kambuh.
Kondisi ini muncul ketika saluran pernapasan yang lebih sensitif terpapar pemicu seperti asap rokok, debu, atau faktor lainnya, yang berbeda-beda tergantung jenis asma yang dialami.
Paparan terhadap pemicu tersebut menyebabkan otot di saluran pernapasan menjadi kaku dan menyempit. Berdasarkan data dari Kemenkes pada 2018, sekitar 2,4 persen dari total penduduk Indonesia diperkirakan menderita asma.
Di tingkat global, WHO mencatat pada tahun 2019 ada sekitar 262 juta orang yang menderita asma, dengan angka kematian mencapai 461.000 jiwa.
Gejala Asma
Saat seseorang mengalami serangan asma, gejalanya dapat bervariasi, baik dari segi durasi, tingkat keparahan, maupun frekuensinya.
Beberapa individu mungkin merasakan gejala setelah lama tidak mengalaminya, dan gejala tersebut bisa menjadi rutin.
Ada pula yang mengalami serangan asma setiap hari, atau hanya pada malam hari seperti pada asma nokturnal, sementara sebagian orang lainnya hanya terserang setelah aktivitas fisik yang berat.
Berikut beberapa gejala asma yang dapat dirasakan oleh penderita saat serangan terjadi:
Batuk
Mengi atau suara sesak bernada tinggi saat bernapas
Dada terasa sesak
Sulit bernapas
Badan lemas dan tidak bertenaga
Suara menjadi sengau
Terus menerus menghela napas
Merasakan gelisah yang tidak biasa
Pada saat serangan, inhaler sering digunakan untuk membantu bernapas dengan lebih normal. Namun, jika serangan sudah sangat parah, inhaler mungkin tidak banyak membantu.
Penderita bisa terus batuk mengi hingga wajah dan jarinya membiru. Dalam kondisi ini, segera cari pertolongan medis.
Jika kamu mengalami gejala-gejala di atas, ada baiknya segera ke dokter. Dokter kemungkinan besar akan menanyakan seberapa sering kamu mengalami sesak napas, mengi, serta kebiruan pada bibir dan kuku.
Jika gejala yang kamu alami mengarah pada asma, dokter akan melakukan tes spirometri untuk memverifikasi apakah kamu menderita asma, serta untuk mengetahui pemicu-pemicunya.
Tes ini mengukur kinerja paru-paru dengan cara menghirup sedalam-dalamnya dan menghembuskan napas dalam satu detik.
Hasil tes spirometri akan dibandingkan dengan kapasitas udara yang dapat dikeluarkan oleh orang normal. Tes serupa akan dilakukan kembali setelah kamu menggunakan inhaler.
Jika hasilnya menunjukkan peningkatan volume udara yang dihembuskan, maka bisa dipastikan kamu menderita asma.
Jika hasil tes positif, tes laboratorium akan dilakukan untuk menemukan pemicu spesifik asma sehingga kamu dapat menghindarinya dan mengurangi risiko serangan.
Penyebab Asma
1. Interaksi dengan Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan diketahui berkontribusi terhadap perkembangan asma dan pemicu eksaserbasi penyakit ini, termasuk polusi udara, alergen, serta senyawa kimia yang ada di lingkungan sekitar.
Risiko terkena kondisi serupa asma juga lebih tinggi pada mereka yang merokok selama masa kehamilan atau setelah melahirkan. Kualitas udara yang buruk dan polusi udara yang tinggi kerap dikaitkan dengan timbulnya asma serta memperburuk gejalanya.
Selain itu, keberadaan ftalat dalam PVC dianggap sebagai salah satu penyebab asma, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Paparan terhadap alergen di dalam ruangan juga menjadi faktor penting. Alergen seperti kecoa, jamur, tungau debu, dan ketombe hewan sering ditemukan di dalam ruangan dan dapat memicu asma.
Selain itu, infeksi saluran napas akibat virus tertentu pada anak-anak dapat meningkatkan risiko asma.
Beberapa virus seperti respiratory syncytial virus dan rinovirus berperan sebagai pemicu, meskipun ada juga jenis infeksi lain yang justru bisa mengurangi risiko tersebut.
2. Hipotesis Kebersihan
Hipotesis kebersihan berusaha menjelaskan penurunan jumlah penderita asma di dunia yang terkait dengan berkurangnya paparan terhadap bakteri dan virus non-infeksi selama masa kanak-kanak.
Teori ini menyatakan bahwa peningkatan tingkat kebersihan serta perubahan gaya hidup dalam masyarakat modern mempengaruhi berkurangnya paparan terhadap patogen tersebut.
Bukti yang mendukung hipotesis ini ditemukan pada masyarakat yang tinggal di daerah pertanian atau memiliki hewan peliharaan, yang cenderung memiliki tingkat asma yang lebih rendah.
Penggunaan antibiotik di usia dini juga dianggap berhubungan dengan peningkatan risiko asma, begitu pula dengan bayi yang lahir melalui metode caesar, yang cenderung memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan kondisi ini.
Hal ini diduga disebabkan oleh berkurangnya koloni bakteri baik yang diperoleh bayi melalui proses kelahiran normal.
3. Genetika
Faktor genetika turut berperan dalam meningkatkan risiko seseorang terkena asma. Jika salah satu pasangan kembar identik menderita asma, peluang pasangan kembarnya mengalami kondisi yang sama mencapai 25%.
Penelitian yang dilakukan pada akhir 2005 mengidentifikasi 25 gen yang berkaitan dengan asma, kebanyakan berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh dan pengaturan proses peradangan.
Meski begitu, hasil penelitian mengenai gen-gen ini belum konsisten pada berbagai populasi yang diuji. Beberapa gen hanya akan menyebabkan asma jika dipengaruhi oleh paparan lingkungan tertentu, seperti paparan endotoksin.
Misalnya, polimorfisme nukleotida tunggal pada wilayah CD14 dapat meningkatkan risiko asma jika bersamaan dengan paparan endotoksin, yang bisa berasal dari asap rokok, anjing, atau lingkungan pertanian.
Tingkat risiko yang lebih tinggi tergantung pada faktor genetika individu serta tingkat paparan terhadap endotoksin tersebut.
4. Kondisi Medis
Penyakit eksim atopik, rhinitis alergi, dan asma seringkali terjadi bersamaan dan dikenal sebagai atopi. Riwayat penyakit atopik merupakan faktor risiko yang sangat kuat dalam memicu asma, terutama jika ada riwayat eksim atau demam.
Asma juga dapat berhubungan dengan penyakit autoimun dan vaskulitis, seperti Churg–Strauss syndrome. Pada beberapa individu dengan jenis urtikaria tertentu, gejala dari penyakit asma juga dapat muncul.
Selain itu, ada peningkatan angka kejadian asma yang sebanding dengan meningkatnya prevalensi obesitas, yang dapat memengaruhi fungsi pernapasan.
Timbunan lemak yang berlebihan diketahui dapat menyebabkan peradangan pada tubuh, yang berhubungan langsung dengan timbulnya masalah pernapasan.
Obat-obatan seperti penyekat beta, terutama propranolol, dapat memicu asma pada individu yang rentan. Namun, penyekat beta yang lebih selektif pada jantung umumnya dianggap aman untuk penderita asma dengan gejala ringan hingga sedang.
Obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko serangan asma termasuk inhibitor enzim pengubah angiotensin, OAINS, dan ASA.
Tes untuk Mengetahui Pemicu Asma
1. Tes Peradangan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar oksida nitrat dalam hembusan napas. Jika kadar oksida nitrat yang ditemukan cukup tinggi, ini dapat menandakan adanya peradangan pada saluran pernapasan. Selain tes ini, pemeriksaan dahak juga sering dilakukan untuk mendukung diagnosis.
2. Tes Responsivitas
Tes ini dilakukan dengan cara mengkombinasikan serbuk kering (mannitol) dan aktivitas fisik. Setelah melakukannya, kamu akan diminta untuk menghembuskan napas melalui spirometri.
Jika terjadi penurunan signifikan dalam volume napas, ini bisa menjadi indikasi bahwa kedua faktor tersebut berperan dalam memicu asma.
3. Tes Alergi
Untuk mengetahui apakah ada faktor risiko yang berkaitan dengan alergi yang dapat memicu asma, tes alergi dilakukan. Tes ini bertujuan untuk mengidentifikasi alergen yang dapat memengaruhi tubuh dan berkontribusi terhadap timbulnya serangan asma.
4. Tes Bronkus
Saluran pernapasan yang lebih sensitif adalah salah satu karakteristik asma. Tes bronkus digunakan untuk mengukur sejauh mana saluran pernapasan kamu sensitif terhadap rangsangan, yang bisa membantu dalam mendiagnosis kondisi ini.
5. CT Scan dan Rontgen
Jika gejala dari penyakit asma muncul namun tes sebelumnya menunjukkan hasil negatif, CT Scan dan Rontgen akan digunakan untuk mencari kemungkinan penyebab lain dari sesak napas.
Tes ini dapat membantu mendeteksi kondisi lain yang mungkin menjadi penyebab utama sesak napas selain asma.
Faktor Risiko Asma
Asma merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, termasuk orang dewasa yang berusia 30-an hingga 40-an.
Walaupun kebanyakan kasus asma sudah terdeteksi sejak bayi atau masa kanak-kanak, sekitar 25% pengidap asma bronkial baru mengalami gejala pada usia dewasa.
Lantas, apa saja faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang mengidap asma? Menurut WHO, penyakit ini termasuk yang paling umum ditemukan pada anak-anak, dan beberapa faktor yang meningkatkan risikonya antara lain:
Orang tua yang memiliki riwayat asma.
Pernah mengalami infeksi pernapasan seperti bronkitis atau pneumonia.
Memiliki alergi atopik tertentu, seperti eksim atau alergi terhadap makanan.
Berat badan rendah saat lahir.
Lahir prematur.
Cara Mencegah Asma
Melakukan vaksinasi influenza dan pneumonia secara teratur.
Mengetahui pemicu yang dapat menyebabkan gejala dari penyakit asma, kemudian berusaha menghindarinya sebisa mungkin.
Segera berkonsultasi dengan dokter jika gejala dari penyakit asma yang dialami tidak membaik meskipun sudah menjalani pengobatan.
Komplikasi Asma
Status asmatikus (serangan asma yang parah yang tidak merespons pengobatan)
Pneumonia (infeksi pada paru-paru)
Kerusakan paru-paru, baik sebagian maupun seluruhnya
Kegagalan pernapasan, yang ditandai dengan kadar oksigen darah yang sangat rendah atau kadar karbon dioksida yang sangat tinggi
Komplikasi-komplikasi ini merupakan kondisi serius yang berisiko fatal dan memerlukan penanganan medis darurat.
Pengobatan Asma
Tujuan pengobatan asma bukan untuk menyembuhkan secara total, melainkan untuk mengendalikan gejalanya agar tidak terjadi terlalu sering, sehingga asma dapat lebih terkendali.
Selama proses pengobatan, dokter akan memantau apakah kondisi asma semakin memburuk atau tidak. Jika asma memburuk, penanganan segera dengan pengobatan khusus sangat diperlukan.
Obat-obatan asma biasanya tersedia dalam bentuk serbuk atau inhaler. Agar obat dapat sampai ke paru-paru dengan lebih efektif, kamu bisa menggunakan alat bantu bernama spacer.
Spacer juga berfungsi untuk mengurangi efek samping obat, seperti sariawan atau radang tenggorokan. Inhaler sendiri terbagi menjadi dua jenis berdasarkan waktu penggunaannya: inhaler pencegah dan inhaler pereda.
Inhaler pencegah mengandung obat steroid seperti beclomethasone, yang membantu mencegah kambuhnya asma lebih dari dua kali dalam seminggu.
Sedangkan inhaler pereda mengandung beta2-agonist yang dapat meredakan asma dengan cepat dengan cara melemaskan otot-otot pernapasan yang kaku dan menyempit.
Meskipun inhaler tidak memiliki efek samping yang signifikan, disarankan untuk tidak menggunakannya lebih dari tiga kali seminggu.
Selain pengobatan medis, kamu juga bisa memanfaatkan tanaman herbal seperti buah naga, yang dipercaya dapat membantu meredakan gejala dari penyakit asma jika dikonsumsi secara rutin.
Sebagai penutup, penting untuk selalu waspada terhadap gejala asma dan segera mencari perawatan medis jika gejalanya memburuk.

Muhammad Anan Ardiyan
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
15 Tempat Wisata di Sukabumi 2025 Terbaik yang Indah Untuk Dikunjungi
- Sabtu, 06 September 2025
Terpopuler
1.
Cost of Fund Adalah: Pengertian, Jenis, dan Cara Menghitung
- 06 September 2025
2.
Value for Money Adalah: Definisi, Konsep, dan Manfaat
- 06 September 2025
3.
Net Worth Adalah: Inilah Cara Hitung & Simulasinya
- 06 September 2025
4.
5.
Mengenal 11 Makanan Khas Bekasi yang Kaya Rasa dan Cerita
- 06 September 2025