
JAKARTA - Hujan deras yang mengguyur Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, beberapa hari terakhir menyebabkan banjir di Desa Lalampu dan Desa Labota. Akibatnya, beberapa tiang listrik roboh, memaksa warga untuk mengungsi demi keselamatan.
Kelompok masyarakat sipil menilai bencana ini bukan hanya dipicu oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga diperburuk oleh aktivitas pertambangan nikel yang merusak kawasan hutan di bagian hulu. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah menemukan bahwa terdapat 17 izin tambang nikel yang aktif di Desa Lalampu, salah satunya milik PT Bintang Delapan Mineral (BDM), yang menguasai konsesi seluas 20.765 hektare.
Dampak Ekologis Pertambangan Nikel
Baca Juga
Manager Kampanye Walhi Sulawesi Tengah, Wandi, menegaskan bahwa bencana banjir yang sering terjadi di Kabupaten Morowali tidak bisa dipisahkan dari eksploitasi pertambangan nikel yang semakin masif. Ia menyebut, aktivitas tambang ini mengganggu keseimbangan ekologi dan mengurangi daya dukung lingkungan.
“Pertambangan nikel yang semakin masif mengganggu ketidakseimbangan ekologi. Peningkatan aktivitas tambang juga menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang akibat buruknya tata kelola pertambangan,” ujar Wandi, Minggu 16 Maret 2025.
Menurutnya, program hilirisasi nikel yang digencarkan pemerintah turut berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah tambang yang beroperasi di Morowali. Saat ini, tercatat ada 65 izin usaha pertambangan (IUP) dengan status operasi produksi aktif, yang menguasai lahan konsesi hingga 155.051 hektare.
Moratorium dan Evaluasi Tambang Didesak
Walhi Sulawesi Tengah menilai bahwa banjir yang terus berulang di Morowali seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah maupun pusat. Wandi mengkritik kebijakan pemerintah yang lebih berfokus pada keuntungan ekonomi dari pertambangan nikel tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Pemerintah jangan hanya membicarakan keuntungan dari pertambangan nikel, tetapi juga harus mengevaluasi izin-izin tambang yang menyebabkan kerusakan lingkungan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa sepanjang 2025, banjir telah terjadi berkali-kali di Kabupaten Morowali. Sebelumnya, di penghujung 2024, banjir disertai lumpur juga melanda Desa Labota, yang menjadi indikasi semakin parahnya degradasi lingkungan akibat pertambangan.
Berangkat dari situasi ini, Walhi Sulawesi Tengah mendesak pemerintah di semua tingkatan, termasuk kementerian terkait, untuk segera melakukan moratorium dan evaluasi terhadap seluruh aktivitas pertambangan nikel di Morowali. Terutama, yang berada di wilayah pegunungan yang diduga menjadi faktor utama bencana banjir.
“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah jelas menegaskan kewajiban pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku perusakan lingkungan,” pungkas Wandi.
Tanggapan Pemerintah dan Pihak Tambang
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pemerintah daerah Kabupaten Morowali maupun perusahaan tambang terkait belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan evaluasi dan moratorium yang disampaikan oleh Walhi Sulawesi Tengah. Namun, masyarakat setempat berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi persoalan banjir yang kian parah akibat ekspansi industri tambang di wilayah tersebut.

Rapli
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cost of Fund Adalah: Pengertian, Jenis, dan Cara Menghitung
- 06 September 2025
2.
Value for Money Adalah: Definisi, Konsep, dan Manfaat
- 06 September 2025
3.
Net Worth Adalah: Inilah Cara Hitung & Simulasinya
- 06 September 2025
4.
5.
Mengenal 11 Makanan Khas Bekasi yang Kaya Rasa dan Cerita
- 06 September 2025