Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT): Merangsang Pertumbuhan Sektor Industri dan Ekonomi Indonesia

Senin, 03 Maret 2025 | 08:16:32 WIB
Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT): Merangsang Pertumbuhan Sektor Industri dan Ekonomi Indonesia

JAKARTA - Pada penghujung Februari 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memutuskan untuk memperpanjang kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang menjadi angin segar bagi tujuh sektor industri. Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025, Menteri Bahlil Lahadalia memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya diperpanjang, tetapi juga diberlakukan untuk lima tahun ke depan.

Detil Kebijakan HGBT

HGBT kali ini memiliki ketentuan baru yang membedakan harga gas bumi berdasarkan pemanfaatannya. Untuk gas bumi yang digunakan sebagai bahan bakar, harga yang ditetapkan adalah US$7 per million British thermal unit (MMBtu). Sementara itu, untuk penggunaan gas sebagai bahan baku, harganya sedikit lebih terjangkau, yakni US$6,5 per MMBtu. Sebelumnya, harga ditetapkan sebesar US$6 per MMBtu tanpa pembedaan ini.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa penetapan ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020, yang berfokus pada percepatan pertumbuhan ekonomi. "Ketentuan harga baru ini akan meningkatkan efisiensi biaya produksi industri dalam negeri serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Bahlil.

Dampak Ekonomi Kebijakan HGBT

Kebijakan ini selama tahun 2020-2023 telah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi Indonesia. Dengan total manfaat ekonomi mencapai Rp247,26 triliun, HGBT turut mendorong peningkatan ekspor hingga Rp127,84 triliun dan kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp23,30 triliun. Investasi pun naik drastis mencapai Rp91,17 triliun, yang mencerminkan kepercayaan investor asing dan lokal terhadap iklim industri di Indonesia.

Program ini menjadi penting dalam upaya efisiensi anggaran, salah satunya dengan mengurangi subsidi pupuk hingga Rp4,94 triliun. Dampak positif dari perpanjangan HGBT tidak hanya dirasakan di sektor manufaktur, tetapi juga membawa manfaat luas bagi industri lainnya seperti kimia, farmasi, dan pangan.

Respon Industri Keramik dan Kaca

Merespons kebijakan ini, Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) mengumumkan rencana ekspansi kapasitas produksi nasional. Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, menyebutkan bahwa setidaknya lima produsen keramik besar seperti PT Arwana Citramulia Tbk dan PT Platinum Ceramics Industry berkomitmen meningkatkan kapasitas produksi sebesar 45 juta meter persegi per tahun. Total investasi untuk ekspansi ini mencapai sekitar Rp4 triliun dan ditargetkan selesai pada semester II tahun 2026.

Kebijakan ini juga memperoleh tanggapan positif dari Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan, yang menilai kebijakan tersebut bisa meningkatkan daya saing sekaligus mendongkrak produksi untuk ekspor. Menurutnya, "HGBT 2020-2024, menarik investor manufaktur dalam dan luar negeri."

Tantangan dan Ketidakpastian Pasokan Gas

Namun, tantangan tetap ada. Kepastian pasokan gas merupakan kekhawatiran utama bagi pelaku industri. Ketua Umum Indonesia Rubber Glove Manufacturer Association (IRGMA), Rudy Ramadhan, menekankan bahwa pembatasan volume pemakaian gas di wilayah barat Jawa dan bagian utara Sumatra menjadi kendala signifikan. "Jadi bagaimana kita bisa buat rencana penambahan investasi bila infrastruktur energi tidak ada dan mahal, untuk bertahan hidup saja sudah cukup," ujar Rudy.

Meski demikian, industri sarung tangan karet masih optimis. Data menunjukkan bahwa pada 2024, ekspor sarung tangan karet meningkat menjadi 44,5 juta kg dari 34 juta kg di tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan HGBT mendorong industri tersebut untuk meningkatkan daya saingnya secara global.

Harapan Ke Depan untuk Industri Nasional

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian, Saleh Husin, berharap agar program HGBT dapat diperluas ke sektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi. "Untuk itu ke depan kami sangat berharap agar industri penerima manfaat HGBT ini harus diperluas ke sektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi dan yang berorientasi ekspor misal makanan minuman, pulp kertas, kimia, farmasi, dan tekstil," ujar Saleh.

Dengan kebijakan ini, pemerintah bertujuan agar pertumbuhan industri dalam negeri dapat mencapai angka minimal 10%, sesuai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto.

Kebijakan HGBT yang diperpanjang selama lima tahun ke depan ini diharapkan dapat memperkuat industri nasional serta meningkatkan daya saing ekspor Indonesia. Meski ada tantangan terkait pasokan dan pembatasan volume gas, optimisme tetap ada seiring dengan potensi besar yang dapat dicapai melalui kebijakan ini. Dengan demikian, langkah ini diharapkan dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia.

Terkini