JAKARTA - Frekuensi kunjungan kapal laut di seluruh pelabuhan di Provinsi Kalimantan Tengah mengalami penurunan sebesar 13,21 persen selama periode terbaru. Penurunan ini mendatangkan perhatian berbagai pihak mengingat peran strategis pelabuhan dalam mendukung perekonomian daerah.
Menurut data terbaru yang diterima dari Dinas Perhubungan Kalimantan Tengah, penurunan frekuensi kunjungan kapal ini menunjukkan angka yang mengkhawatirkan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa pelabuhan besar di wilayah ini, seperti Pelabuhan Sampit dan Pelabuhan Kumai, ikut merasakan dampaknya. Penurunan ini disinyalir akibat berbagai faktor yang meliputi kondisi cuaca ekstrem, keterbatasan fasilitas pelabuhan, dan perubahan dinamika perdagangan di level nasional maupun internasional.
Salah satu penyebab utama penurunan frekuensi kapal adalah faktor cuaca yang kurang bersahabat selama rentang waktu yang dimaksud. "Cuaca ekstrem seperti angin kencang, hujan lebat, dan gelombang tinggi menjadi kendala besar bagi aktivitas pelayaran di wilayah ini. Banyak kapal memilih menunda keberangkatan atau membatalkan perjalanan demi keselamatan," ujar Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Tengah, Ir. Hadi Prayitno.
Selain cuaca, masalah infrastruktur pelabuhan juga berkontribusi pada berkurangnya frekuensi kunjungan kapal. Beberapa pelabuhan di Kalimantan Tengah belum sepenuhnya memiliki fasilitas penunjang yang memadai seperti dermaga yang lebih kokoh dan peralatan bongkar muat yang modern. "Kami akui perlu ada peningkatan sarana dan prasarana di pelabuhan agar dapat menampung dan melayani kapal-kapal dengan lebih efisien," tambah Hadi.
Selain itu, penurunan ini juga dipengaruhi oleh perubahan alur perdagangan di pasar global. Permintaan yang menurun untuk beberapa komoditas unggulan di Kalimantan Tengah, seperti kayu, hasil tambang, dan produk perkebunan, turut menurunkan frekuensi pengiriman melalui jalur laut. "Perubahan tren pasar memaksa perusahaan untuk menyesuaikan jadwal pengiriman mereka, kadang itu berarti lebih sedikit kapal yang datang," ungkap Winardi, seorang pelaku bisnis komoditas di Sampit.
Dampak dari penurunan frekuensi kunjungan kapal ini tidak hanya dirasakan oleh pelabuhan, tetapi juga oleh sektor terkait lainnya seperti logistik dan perdagangan lokal. Usaha kecil menengah yang bergantung pada pengiriman barang melalui laut juga ikut terdampak. Budi Santoso, seorang pengusaha logistik lokal menuturkan, "Kami mengalami penurunan pendapatan karena jadwal kapal yang tidak menentu. Hal ini juga mempengaruhi ketepatan waktu distribusi barang kepada pelanggan kami."
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen untuk mengatasi penurunan ini dengan sejumlah langkah strategis. Di antaranya adalah peningkatan koordinasi dengan pihak pelabuhan dan perusahaan pelayaran guna meminimalisir dampak cuaca buruk, serta mengusulkan peningkatan investasi dalam infrastruktur pelabuhan untuk memperbaiki fasilitas yang ada.
Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, menyatakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini. "Kami berencana mengajukan peningkatan anggaran untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur pelabuhan. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa pelabuhan di wilayah kami dapat bersaing dan terus tumbuh," ujarnya dalam sebuah kesempatan wawancara.
Lebih lanjut, untuk meningkatkan daya saing pelabuhan di Kalimantan Tengah, diperlukan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan pihak terkait untuk mendorong pembaruan fasilitas dan kemudahan akses bagi kapal-kapal yang akan berkunjung. Dukungan dari pemerintah pusat juga sangat diharapkan dalam bentuk kebijakan dan bantuan teknis.
Penurunan frekuensi kunjungan kapal ini menghadirkan tantangan baru bagi Kalimantan Tengah. Meski demikian, dengan respon cepat dan strategi tepat dari berbagai pihak, diharapkan situasi ini dapat segera teratasi dan perekonomian lokal kembali pulih. Masa depan perdagangan dan pelayaran di Kalimantan Tengah tergantung pada kemampuan semua pihak dalam menghadapi dan mengatasi masalah ini bersama-sama.