JAKARTA - Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah membuat gebrakan baru di dunia hukum perasuransian dengan mengabulkan permohonan uji materi terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Keputusan ini membawa angin segar bagi pemegang polis asuransi di Indonesia, sekaligus memastikan bahwa perusahaan asuransi tidak lagi memiliki wewenang membatalkan klaim secara sepihak. Bagaimana respons dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas industri jasa keuangan?
Dalam wawancara pada acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya sepenuhnya menghormati keputusan MK tersebut. "Kami merespons baik putusan itu," kata Ogi.
Keputusan ini menuntut adanya perlindungan yang lebih jelas dan berimbang tidak hanya bagi konsumen, namun juga perusahaan dalam industri perasuransian. Ogi menyatakan bahwa OJK akan senantiasa mengupayakan regulasi yang menawarkan kepastian perlindungan bagi kedua pihak. Bahkan, OJK sudah mengadakan diskusi dengan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) untuk menyusun penyesuaian polis yang mengikuti putusan MK.
Diskusi dan Penyesuaian Polis Asuransi Ditingkatkan
Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, juga menegaskan bahwa langkah-langkah strategis sudah disiapkan guna mengantisipasi perubahan yang diakibatkan oleh keputusan ini. Dalam sebuah acara webinar, Iwan menyampaikan bahwa ada tiga upaya utama yang harus dilakukan.
Pertama, memperbaiki ketentuan polis asuransi. “Kami mendorong supaya asosiasi menerapkan standarisasi ketentuan polis yang diperjelas dan disederhanakan. Sebab, industri sudah tidak bisa lagi menggunakan Pasal 251 KUHD itu sebagai dasar polis," ujar Iwan. Untuk tujuan ini, klausula pembatalan harus jelas dan sederhana, bahkan harus dicantumkan dalam surat permintaan asuransi agar transparan kepada pemegang polis.
Kedua, adalah perbaikan proses klaim asuransi. Proses ini haruslah standar dan jelas untuk memastikan tidak ada persyaratan baru setelah pemeriksaan kesehatan awal saat penandatanganan polis. Standarisasi komunikasi dan prosedur klaim juga menjadi fokus utama agar pemegang polis merasa terlindungi ketika mereka mengajukan klaim mereka.
Ketiga, OJK menekankan bahwa proses underwriting juga harus diperbaiki dan distandardisasi. “Kami sangat berharap bahwa AAUI, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dan AAJI memastikan adanya standarisasi proses dari sisi underwriting,” tambah Iwan. Langkah ini penting untuk memastikan tidak ada celah yang bisa merugikan konsumen dan memberikan perlakuan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Standarisasi dan Kepastian Proses Asuransi Lebih Baik
Di samping penyesuaian terkait polis asuransi, OJK juga menyoroti pentingnya pembaruan dalam standarisasi untuk reasuransi baik dalam negeri maupun luar negeri. OJK mengingatkan bahwa antara asuransi dan reasuransi harus terdapat kesesuaian dalam klausula yang dimuat dalam pembatalan polis. Hal ini untuk menghindari inkonsistensi yang dapat berakibat pada ketidakpastian hukum.
Keputusan Mahkamah ini tidak hanya berimplikasi pada sektor hukum, tetapi juga mempertegas peran penting pemegang polis dalam negoisasi kontrak asuransi. Pembatalan polispun kini harus disepakati oleh kedua belah pihak atau melibatkan pengadilan untuk mendapatkan keputusan yang adil.
Bagi OJK, respons terhadap keputusan ini adalah langkah besar dalam melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas industri asuransi. Dengan melibatkan asosiasi dan berbagai pemangku kepentingan lainnya dalam penyusunan regulasi baru, maka diharapkan ada transformasi yang lebih adil dan transparan.
Pendapat lain datang dari pengamat industri asuransi yang melihat keputusan ini sebagai suatu perbaikan sistemik. Adanya pengawasan ekstra dalam proses underwriting dan klaim memungkinkan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan asuransi di Indonesia. Mereka berpendapat bahwa ini adalah momentum baik untuk meningkatkan edukasi asuransi agar masyarakat lebih paham tentang hak dan kewajiban dalam kontrak yang mereka jalani.
Peran Asosiasi Asuransi dalam Penyesuaian Kebijakan Baru
Perubahan upaya perlindungan ini bukan hanya akan dilaksanakan oleh OJK, tetapi juga didukung oleh berbagai asosiasi perasuransian di Indonesia. AAUI, AAJI, dan AASI, menurut OJK, akan bermain peran penting dalam mengefektifkan keputusan MK dengan memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara perusahaan asuransi dan nasabahnya.
Dengan semua upaya ini, tantangan besar menanti industri asuransi, namun dengan kerja sama dan perubahan yang lebih terstruktur, kepercayaan publik akan jasa perasuransian diharapkan juga semakin meningkat. Momen ini menjadi titik balik dari industri asuransi di Indonesia untuk berkomitmen menjaga transparansi dan profesionalisme dalam setiap layanannya.
Misalnya, dalam jangka pendek, diperkirakan akan ada peningkatan dialog antara perusahaan dan pemegang polis terkait klausula dan ketentuan-ketentuan dalam polis. Para pemegang polis akan lebih diperhatikan haknya, sehingga membentuk hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak.
Akhirnya, dengan adanya keputusan ini, industri asuransi di Indonesia menegaskan komitmennya untuk memberikan layanan yang lebih baik dan adil. Keputusan Mahkamah Konstitusi ini diharapkan dapat mendorong terciptanya industri asuransi yang lebih maju, transparan, dan berkeadilan di masa depan.