JAKARTA - Dalam upaya memperbaiki tata kelola distribusi elpiji 3 kilogram yang bersubsidi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menerima masukan penting dari Jusuf Kalla (JK), Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia. Pertemuan penting ini diadakan di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 4 Februari 2025. Dalam kesempatan tersebut, Presiden RI Prabowo Subianto juga turut hadir bersama beberapa menteri lainnya termasuk Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
Bahlil menjelaskan bahwa JK memberikan nasihat penting terkait penataan sistem distribusi elpiji sehingga subsidi yang diberikan oleh pemerintah tepat sasaran dan sampai ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan. “Pak JK menyampaikan bahwa penataan itu penting,” ujar Bahlil, mengutip pernyataan JK dalam pertemuan tersebut sebagaimana dilaporkan oleh Antara.
Latar Belakang Subsidi Elpiji
Langkah untuk menata ulang distribusi elpiji subsidi ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Pemerintah mengalokasikan dana yang cukup besar, yakni Rp87 triliun, untuk subsidi tersebut. Dana ini diharapkan bisa menjamin masyarakat memperoleh elpiji dengan harga yang terjangkau. "Kita ini kan subsidi besar Rp87 triliun, ini diharapkan masyarakat mendapatkan harga dengan yang semurah-murah mungkin," tambah Bahlil dalam penjelasannya.
Namun demikian, banyak ditemukan penyimpangan dalam penyaluran elpiji bersubsidi ini di lapangan. Kebanyakan dari masalah tersebut terjadi di tingkat pengecer, di mana harga jual sering kali naik signifikan dari harga normal. Beberapa bahkan mencampur isi tabung, tindakan yang merugikan masyarakat. “Ada di tingkat-tingkat masyarakat itu, (elpiji 3 kg) dibeli sampai harga Rp 25 ribu per tabung. Harusnya berdasarkan perhitungan kami maksimal itu di angka di bawah Rp20 ribu sekitar Rp18 ribu-Rp19 ribu," lanjut Bahlil.
Kebijakan Baru dan Tantangan
Untuk menghadapi masalah ini, pemerintah telah memperkenalkan kebijakan bahwa mulai 1 Februari 2025, penjualan elpiji 3 kg bersubsidi hanya diperbolehkan di pangkalan resmi, bukan di pengecer. Namun, kebijakan ini membawa kesulitan baru, seperti antrean panjang di pangkalan gas yang meresahkan masyarakat. Menanggapi hal ini, Presiden Prabowo Subianto segera memerintahkan Kementerian ESDM untuk memperbolehkan pengecer kembali menjual elpiji 3 kg sambil memastikan stabilisasi harga melalui penertiban yang lebih ketat.
Sejarah Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji
Peralihan dari minyak tanah ke gas elpiji dimulai di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dipimpin oleh Jusuf Kalla pada 2007, di tengah tingginya harga bahan bakar minyak tanah saat itu. Biaya untuk menyubsidi minyak tanah mencapai Rp5 ribu per liter, yang mendorong JK untuk mendorong konversi besar-besaran ke gas elpiji melalui pembagian paket elpiji 3 kg, lengkap dengan kompor, regulator, dan selang, secara cuma-cuma kepada rumah tangga dan usaha mikro.
Menurut sebuah kajian dari jurnal ilmiah yang disusun oleh Abdurrozaq Hasibuan, program ini awalnya mendapatkan penolakan dari masyarakat yang masih awam menggunakan gas. Setelah kampanye yang intensif dan edukasi, lambat laun penggunaan gas elpiji diterima hingga minyak tanah mulai hilang dari peredaran umum.
Tantangan Efektivitas Subsidi
Kini, tantangan besar yang dihadapi adalah memastikan subsidi gas elpiji benar-benar dinikmati oleh mereka yang layak. Langkah-langkah sebelumnya, seperti mencantumkan tulisan “HANYA UNTUK MASYARAKAT MISKIN” pada tabung gas melon, terbukti tidak efektif. Pengguna elpiji 3 kg bersubsidi kerap kali adalah masyarakat mampu. Pada awal tahun 2024, pemerintah sudah berusaha keras mengatur supaya hanya yang berhak dapat mengakses subsidi ini, tetapi pelaku usaha menengah masih bisa menikmatinya secara tidak sah.
Sebagai respons atas kondisi tersebut, kebijakan terbaru diharapkan dapat merestrukturisasi sistem distribusi agar lebih adil dan tepat sasaran. Dengan masukan dan pengalaman dari Jusuf Kalla mengenai efektivitas penataan distribusi yang telah sukses di masa lalu, diharapkan permasalahan ini bisa diselesaikan dengan lebih efisien di masa kini.
Sementara itu, Bahlil menekankan pentingnya implementasi yang ketat serta partisipasi masyarakat dalam melaporkan setiap penyalahgunaan yang mereka temukan. Pemerintah optimis dengan kerjasama semua pihak, penggunaan subsidi dapat dioptimalkan untuk meringankan beban masyarakat yang memang membutuhkan.
Masa depan distribusi elpiji 3 kg bersubsidi di Indonesia sekarang bergantung pada upaya pemerintah dan dukungan masyarakat untuk memastikan bahwa manfaatnya dirasakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.