JAKARTA - Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta melaporkan bahwa tunggakan pembayaran rumah susun sewa (rusunawa) di ibu kota telah mencapai angka fantastis, yakni Rp 95,5 miliar. Data ini diakumulasi hingga 31 Januari 2025, menunjukkan beban keuangan yang mengganggu tata kelola rusunawa di Jakarta.
Sekretaris DPRKP DKI Jakarta, Meli Budiastuti, mengungkapkan bahwa total tunggakan tersebut berasal dari 17.031 unit rusunawa. "Tunggakan mencapai Rp 95,5 sekian miliar. Angka ini berasal dari sekitar 17.031 unit rusunawa, dengan rincian 7.615 unit dari penghuni warga terprogram yang memiliki tunggakan Rp 54,9 miliar, dan 9.416 unit dari penghuni warga umum dengan tunggakan Rp 40,5 miliar," jelasnya saat dikonfirmasi pada hari Kamis 6 Februari 2025.
Meli menambahkan bahwa beberapa penghuni bahkan menunggak hingga lebih dari 58 bulan. Dalam upaya mengatasi hal ini, DPRKP DKI telah memberikan sanksi administrasi seperti surat teguran, penyegelan, dan pemberitahuan pengosongan secara paksa sebagai langkah-langkah pengendalian.
Lebih jauh, Meli menjelaskan faktor utama di balik lamanya tunggakan tersebut adalah kesulitan dalam membedakan penghuni warga terprogram dan warga umum. "Warga terprogram seringkali beralasan terpaksa tinggal di rusunawa, sementara penghuni warga umum juga menghadapi kesulitan ekonomi," tambahnya.
Lebih lanjut, meskipun beberapa penghuni memiliki penghasilan tetap, kendala ekonomi membuat mereka masih menunggak biaya sewa. "Meskipun ada penghasilan tetap, beberapa penghuni tetap menunggak karena penghasilan yang terbatas," ungkap Meli.
Sebagai langkah tegas, Pemprov DKI Jakarta berencana menindaklanjuti penyelesaian kasus ini dengan menyasar penghuni yang berasal dari kalangan masyarakat umum dan memiliki pekerjaan formal. "Semua UPRS (Unit Pengelola Rumah Susun) akan melihat siapa penghuninya yang punya pekerjaan formal. Segera lakukan eksekusi, sampai harus dikosongkan," tambah Meli.
Selain itu, Pemprov juga akan melakukan klusterisasi berdasarkan status pekerjaan penghuni, khususnya bagi mereka yang memiliki penghasilan tetap. Penindakan ini direncanakan akan dilakukan setelah masa tahun politik berlalu, sebagaimana arahan Kepala Dinas Perumahan.
"Bagi yang layak dibantu, kami akan terus mempertahankan mereka. Namun, bagi yang tidak layak, kami akan lakukan eksekusi (penindakan)," tegas Meli.
Tidak hanya merugikan secara finansial, tunggakan ini juga berimbas pada kelancaran pengelolaan rusunawa. Kekurangan dana menyebabkan terbatasnya ketersediaan unit rusunawa untuk penghuni baru yang sangat membutuhkan.
Menghadapi situasi yang cukup kritis ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkomitmen untuk mengambil langkah solutif dan tegas guna memastikan keberlanjutan dan ketertiban penghuni rusunawa. "Kami berharap masyarakat dapat memahami dan mendukung langkah-langkah yang dilakukan, demi kebaikan bersama terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan," tutup Meli.
Sementara ini, para pemangku kepentingan di DKI Jakarta terus berupaya mencari mekanisme paling tepat untuk mengatasi persoalan yang serupa di masa depan. Dengan solusi yang lebih berkelanjutan, diharapkan tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan tunggakan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup para penghuni rusunawa.