JAKARTA – Kualitas layanan Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali menjadi sorotan masyarakat dan pemerintah. Anggota Komisi VI Fraksi PKB DPR RI, Rivqy Abdul Halim, mengkritisi buruknya pelayanan PLN, khususnya terkait pemadaman listrik yang masih sering terjadi dan dikeluhkan oleh masyarakat luas.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI bersama Direktur Utama PT PLN Persero beserta subholding di gedung DPR RI, Rivqy Abdul Halim, yang kerap disapa Gus Rivqy, menyampaikan kritikannya dengan tegas. Ia meminta agar perusahaan pelat merah ini dapat meningkatkan pelayanannya kepada konsumen.
Gus Rivqy mengapresiasi peningkatan pendapatan penjualan PLN. Namun, ia menyoroti bahwa data yang disampaikan hanya dalam satuan TWh (Terawatt hour), bukan dalam satuan rupiah yang lebih mudah dipahami publik. “Presentasinya sangat menarik, tapi yang disampaikan hanya pendapatan penjualan yang cantik-cantik saja,” ungkap Gus Rivqy, legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur IV.
Gus Rivqy juga menyoroti penurunan laba bersih PLN pada kuartal ketiga tahun 2024 yang mencapai 3,3 persen, serta kenaikan beban usaha sebesar 14,69 persen. Menurutnya, hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dan penyesuaian soal kebijakan tarif PLN untuk memastikan kepatuhan dan optimasi pendapatan.
Tak hanya itu, proyek infrastruktur listrik yang tertunda turut menjadi perhatian. Salah satu contohnya adalah proyek pembangunan transmisi 500 KV di Sumatera yang hingga kini belum rampung dan berlarut-larut. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu penyaluran listrik yang efisien dan andal kepada masyarakat.
Masalah pemadaman listrik yang sering terjadi di Aceh Selatan juga menjadi sorotan. Gus Rivqy menyampaikan bahwa banyak masyarakat di Kecamatan Trumon dan Kecamatan Bakongan mengeluhkan hal ini. “Bagaimana suplai di Aceh sendiri kok mati nyala begitu. Padahal ada sumber gas dan banyak pembangkit listrik di sana,” ujar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut. Wilayah yang kaya akan sumber energi seperti Arun tidak seharusnya mengalami krisis pasokan listrik yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Gus Rivqy mengkritisi efisiensi pembangkit listrik combine cycle, yaitu pembangkit yang menggabungkan tenaga gas dan uap. Ia mempertanyakan sejauh mana bahan bakar gas dimanfaatkan dibandingkan dengan marine fuel oil (MFO). “Jangan-jangan penggunaan gas ini sebagai tameng saja biar kelihatan go green, tapi yang paling banyak dipakai ternyata MFO-nya,” tandasnya.
Kritik yang disampaikan Gus Rivqy ini mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap bisnis dan operasi PLN. Dengan berbagai tantangan di lapangan, diharapkan perusahaan tersebut dapat melakukan evaluasi internal untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasionalnya.
PLN diharapkan dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar. Implementasi kebijakan penyediaan energi yang lebih ramah lingkungan, serta investasi pada infrastruktur dan teknologi smart grid, menjadi tantangan yang harus segera direspons perusahaan ini.
Penting bagi PLN untuk melaksanakan perbaikan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat. Komitmen perusahaan dalam meminimalisir pemadaman listrik serta meningkatkan stabilitas pasokan sangat dinantikan oleh publik. Ke depannya, tanggapan dan tindakan nyata dari manajemen PLN akan menjadi indikator keberhasilan transformasi perusahaan listrik negara ini.
Gus Rivqy mengakhiri pernyataannya dengan harapan agar PLN dapat lebih transparan dalam penyediaan data dan siap menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat, demi terciptanya pelayanan publik yang lebih baik dan merata. Dengan demikian, kebutuhan akan listrik yang andal dan ramah lingkungan bisa terwujud di seluruh penjuru Tanah Air tanpa terkecuali.