Indonesia Harus Batasi Pembangunan Smelter Nikel untuk Cegah Anjloknya Harga di Pasar Global

Rabu, 04 Desember 2024 | 17:57:25 WIB
Indonesia Harus Batasi Pembangunan Smelter Nikel untuk Cegah Anjloknya Harga di Pasar Global

JAKARTA - Industri nikel di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar seiring meningkatnya jumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel kelas dua, terutama yang memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) dan Feronikel (FeNi). Kondisi ini memicu kekhawatiran terkait potensi anjloknya harga nikel di pasar global akibat oversupply. Pemerintah diminta segera bertindak dengan memberlakukan kebijakan pembatasan pembangunan smelter guna menjaga stabilitas ekonomi sektor ini.

Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengungkapkan kekhawatirannya terkait melonjaknya jumlah smelter nikel di Indonesia. Ia menekankan pentingnya pembatasan pembangunan smelter nikel guna memastikan harga jual nikel tetap stabil di pasar global. “Kalau oversupply seperti yang sudah terjadi di feronikel, harganya jatuh, karena oversupply yang secara tidak langsung dan tidak sengaja mungkin dilakukan, sehingga sekarang harga feronikel itu hampir tidak bisa menutup biaya produksi," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Rabu, 4 Desember 2024.

Pernyataan tersebut mempertegas kekhawatiran bahwa kelebihan pasokan nikel dapat berdampak negatif terhadap ekonomi Indonesia. Saat ini, harga nikel dunia tercatat berada di level US$ 16.000-an per ton, jauh menurun dari puncak US$ 21.000 per ton pada Mei 2024 lalu. Bahkan, harga sempat melonjak drastis mencapai US$ 50.000 per ton pada tahun 2022. Ketidakstabilan ini menuntut strategi baru dari pemerintah dan pemangku kepentingan industri nikel.

Situasi ini diperburuk dengan pernyataan dari Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, yang mengaitkan penurunan harga nikel dengan kelebihan pasokan yang tidak diimbangi oleh permintaan pasar. "Jadi, untuk jatuh harga, ini kan supply and demand. Jadi, kalau kita lihat dari industri, seharusnya kita harus mengidentifikasi untuk apa permasalahan jatuhnya harga nikel. Jadi, salah satunya mungkin itu kelebihan supply," ungkapnya saat berbicara di ASEAN Mining Conference (AMC) di Meru Sanur, Bali, Selasa, 3 Desember 2024.

Indonesia dikenal sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi strategis dalam pasar global. Namun, tanpa regulasi yang tepat, potensi ekonomi dari cadangan nikel ini bisa terganggu. Pemerintah Indonesia kini dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan nikel, termasuk membatasi pasokan di pasar yang sudah melimpah.

Langkah-langkah konkret dinilai perlu, termasuk evaluasi menyeluruh terhadap pasokan nikel, kapasitas produksi smelter, dan kebutuhan industri nikel global. “Jadi, untuk kelebihan supply, itu nanti kita akan lihat, itu kebijakan, nanti Pak Dirjen (Minerba) itu juga akan lakukan evaluasi, termasuk supply dari lapangan, kemudian dari industri smelternya sendiri, kemudian kebutuhan industri secara global kira-kira bagaimana," lanjut Yuliot.

Melalui langkah-langkah ini, diharapkan ada keseimbangan antara pasokan nikel dan permintaan pasar, yang pada gilirannya akan menstabilkan harga nikel di tingkat yang lebih menguntungkan. Pemerintah bersama dengan para pelaku industri diharapkan dapat bekerja sama dalam merumuskan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan stabilitas sektor nikel Indonesia.

Dengan demikian, upaya pembatasan pembangunan smelter tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga langkah strategis untuk mempertahankan daya saing industri nikel Indonesia di kancah dunia. Penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk terus berkoordinasi dan beradaptasi terhadap perkembangan pasar, demi menjaga nilai ekonomi dan memberikan manfaat optimal dari sumber daya alam nikel yang dimiliki Indonesia.


 

Terkini