Jatuhnya Harga Feronikel, MIND ID Dorong Pembatasan Pembangunan Smelter

Rabu, 04 Desember 2024 | 18:21:29 WIB
Jatuhnya Harga Feronikel, MIND ID Dorong Pembatasan Pembangunan Smelter

JAKARTA – Situasi harga feronikel yang menurun drastis memicu kekhawatiran di industri pertambangan Indonesia. PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau lebih dikenal dengan MIND ID, meminta pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membatasi pembangunan smelter di tanah air. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas harga di pasar global.

Perusahaan plat merah ini mengemukakan permintaan tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI yang diselenggarakan di Jakarta Pusat pada Rabu, 4 Desember 2024. Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, berharap penuh pada dukungan dari Komisi XII yang berperan sebagai pengawas dan pembina sektor pertambangan.

“Kami berharap agar ada dukungan di sisi tata kelola, mohon adanya pembatasan jumlah smelter yang dilakukan (dibangun),” ungkap Hendi dalam kesempatan tersebut. Alasannya cukup sederhana namun krusial: banyaknya smelter yang beroperasi dapat mengarah pada oversupply atau kelebihan pasokan feronikel di pasar dunia, yang pada akhirnya menjatuhkan harga jual komoditas yang sangat penting ini.

Analisis yang disampaikan MIND ID dalam rapat tersebut juga menyoroti pentingnya pengelolaan yang baik dalam hilirisasi industri pertambangan. Menurut mereka, pembatasan jumlah smelter adalah langkah preventif yang harus diambil agar Indonesia tidak dirugikan oleh persaingan harga global yang tidak seimbang. Rasionalisasi jumlah smelter juga bisa dicapai dengan menerapkan moratorium perizinan bagi pendirian smelter baru.

"Karena oversupply yang secara tidak langsung dan tidak sengaja, mungkin, dilakukan. Sehingga sekarang harga feronikel itu hampir tidak bisa menutupi biaya produksi," ungkap Hendi lebih lanjut. Pernyataan ini menggaungkan kekhawatiran yang mendalam bahwa oversupply tidak hanya menekan harga jual tetapi juga mengancam keberlanjutan ekonomi perusahaan tambang, yang merupakan tulang punggung perekonomian sektor pertambangan dalam negeri.

Selain pembahasan mengenai pembatasan smelter, satu isu krusial lain yang diangkat adalah masalah kebutuhan energi. Hendi menjelaskan bahwa MIND ID memerlukan tambahan kapasitas energi sebesar 5 gigawatt (GW) untuk menunjang operasi bisnis perusahaan. Namun, yang menjadi perhatian adalah bahwa kebutuhan energi ini belum masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Mengakui keberadaan tantangan energi, Hendi menghimbau DPR untuk memberikan dukungan lebih bagi MIND ID. Hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk lebih leluasa dalam menyediakan listrik guna memenuhi kebutuhan operasional mereka di masa mendatang.

"Dukungan para wakil rakyat sangat diharapkan untuk memfasilitasi penyediaan tenaga listrik yang memadai bagi MIND ID," katanya. Pihak perusahaan menilai bahwa dengan adanya dukungan energi yang cukup, MIND ID bisa mengoptimalkan produksi tanpa harus khawatir dengan biaya operasional yang melonjak akibat defisit energi.

Secara keseluruhan, langkah MIND ID dalam meminta pembatasan pembangunan smelter dan peninjauan ulang kebutuhan energi adalah upaya proaktif untuk memastikan industri pertambangan nasional bisa bertahan dalam persaingan global yang semakin kompetitif. Walaupun tantangan saat ini difokuskan pada turunnya harga feronikel, manajemen perusahaan telah mengambil inisiatif untuk mencegah terjadinya krisis berkelanjutan di sektor pertambangan Indonesia.

Dengan dukungan kuat dari para pembuat kebijakan dan legislatif, diharapkan tata kelola pertambangan dan infrastruktur energi di Indonesia dapat lebih optimal, sehingga sektor ini mampu memberikan kontribusi maksimal bagi perekonomian nasional di masa depan. Mengingat pentingnya tindakan ini, masyarakat dan para pemangku kepentingan diharapkan dapat mendorong langkah konsolidasi yang strategis antara pemerintah, DPR, dan pelaku industri pertambangan.

Terkini