JAKARTA - Judi online atau judol di Indonesia semakin meresahkan dengan jumlah pengguna yang terus meningkat. Berdasarkan data terbaru yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan, per November 2024, tercatat sebanyak 8,8 juta warga Indonesia telah terlibat dalam aktivitas judi online.
Angka ini menunjukkan betapa meluasnya jangkauan platform perjudian digital, yang kini sangat mudah diakses melalui berbagai perangkat seperti aplikasi ponsel dan situs web. Kemudahan akses ini menjadi salah satu faktor utama yang menarik perhatian banyak orang dari berbagai kalangan, termasuk anak-anak dan remaja.
“Sebanyak 80 ribu di antara pengguna tersebut adalah anak-anak di bawah usia 10 tahun. Lebih dari itu, terdapat pula 97 ribu anggota TNI-Polri serta 1,9 juta karyawan swasta yang terlibat,” ujar Budi Gunawan kepada awak media. Ia juga mengingatkan bahwa angka ini diprediksi terus meningkat apabila tidak ada langkah tegas untuk memberantas judi online.
Perputaran Uang yang Fantastis dalam Perjudian Online
Menurut Budi, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Salah satu alasan utama adalah besarnya nilai perputaran uang yang terjadi dalam praktik judi online. Pada tahun 2024, angka tersebut mencapai sekitar Rp900 triliun.
“Sebagai bagian dari upaya pemberantasan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) telah memblokir rekening yang terkait dengan aktivitas ini. Total uang senilai Rp77 miliar telah disita sejak terbentuknya Desk Pemberantasan Judi Online Polri pada November 2024,” tambah Budi.
Selain itu, pihak kepolisian juga berhasil menyita ratusan perangkat, seperti 858 unit telepon genggam, 111 unit laptop, 470 buku rekening, dan 27 senjata api.
Faktor Pendorong Anak Muda Terjerat Judi Online
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa gaya hidup dan fenomena sosial modern menjadi alasan utama mengapa generasi muda mudah terjebak dalam judi online. Ia mengidentifikasi tiga faktor utama:
Fear of Missing Out (FOMO): Fenomena ini membuat seseorang takut merasa ketinggalan tren sehingga mendorong perilaku impulsif, termasuk dalam perjudian.
Fear of Other People's Opinions (FOPO): Ketakutan akan penilaian orang lain sering kali membuat anak muda sulit mengendalikan diri, sehingga rela mengambil keputusan finansial yang berisiko.
You Only Live Once (YOLO): Pandangan hidup ini sering menjadi alasan untuk mengabaikan pertimbangan logis demi kesenangan sesaat.
Langkah Pencegahan: Meningkatkan Literasi Keuangan
Untuk mengatasi masalah ini, OJK menekankan pentingnya edukasi keuangan sejak dini. Friderica mengajak anak muda untuk mulai membiasakan diri dengan pengelolaan keuangan yang baik, seperti menabung dan berinvestasi secara legal.
“Kami juga menyediakan layanan pengaduan bagi masyarakat yang terjerat judi online melalui hotline di nomor 157 atau WhatsApp di 081-157157157. Dengan pemahaman keuangan yang lebih baik, kita bisa melindungi diri dari jebakan keuangan digital,” tutupnya.
Judi online tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga berdampak buruk secara psikologis. Pemerintah bersama berbagai pihak terus berkomitmen untuk memberantas praktik ini demi melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya yang mengintai.
(kkz/kkz)