JAKARTA - Kementerian Keuangan kembali menunjukkan keseriusannya dalam memperkuat sistem pengawasan dan penerimaan negara melalui inovasi teknologi.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan rencananya untuk membangun sistem berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Sistem ini ditargetkan rampung dalam waktu tiga bulan sebagai bagian dari reformasi digital di bidang kepabeanan dan cukai.
Purbaya menyampaikan hal ini usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Pusat Bea dan Cukai, Rabu pagi.
Dalam kunjungannya, ia menilai bahwa sistem pengawasan yang ada saat ini sudah berjalan baik, namun belum mencapai tingkat optimal untuk memantau praktik-praktik pelanggaran dan kecurangan secara daring serta real-time.
“Sebenarnya sudah cukup bagus, tapi belum ke level di mana saya bisa secara daring di situ saja memonitor kapal underinvoicing. Belum sampai sana karena AI-nya belum dikembangkan. Dalam tiga bulan ke depan kami akan kembangkan sistem AI yang lebih siap di Bea Cukai,” ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta.
Langkah cepat ini menandakan komitmen pemerintah dalam mendorong efisiensi dan transparansi, terutama di sektor kepabeanan yang selama ini berperan besar dalam penerimaan negara.
Integrasi Data untuk Memperkuat Sistem Penerimaan Negara
Pengembangan sistem AI ini bukan inisiatif yang berdiri sendiri. Menurut Purbaya, rencana tersebut merupakan tindak lanjut dari tinjauannya terhadap Lembaga National Single Window (LNSW) Kementerian Keuangan.
Ia menyampaikan keinginannya untuk menjadikan LNSW sebagai pusat intelijen berbasis teknologi informasi (IT) dalam mengawasi seluruh aktivitas ekspor dan impor.
Dalam skema yang sedang disiapkan, LNSW akan berfungsi sebagai think tank atau pusat analisis yang mampu memberikan rekomendasi strategis berbasis data dan riset. “Ini kelanjutannya. Saya akan perkuat semua, LNSW, Bea Cukai, dan nanti juga pajak. Pada dasarnya, kami akan perkuat sistem penerimaan kita dari ujung ke ujung,” tutur Purbaya.
Sebagai langkah konkret, ia berencana menyiapkan sepuluh orang ahli dari berbagai bidang untuk menganalisis potensi kebocoran penerimaan negara dan memberikan solusi berbasis teknologi. Tim tersebut diharapkan mampu mengidentifikasi celah yang belum tertutup dalam sistem kepabeanan maupun perpajakan, sehingga kebijakan pengawasan bisa lebih tepat sasaran.
AI sebagai Pondasi Reformasi Digital Keuangan Negara
Purbaya optimistis bahwa penerapan teknologi AI di lingkungan Bea Cukai akan membawa dampak signifikan terhadap efisiensi penerimaan negara. Ketika sistem ini telah terintegrasi sepenuhnya dengan data dari berbagai instansi di bawah Kemenkeu, proses pengawasan diharapkan bisa berlangsung otomatis dan lebih transparan.
“Kalau sampai sistem betul-betul terintegrasi, dalam beberapa bulan ke depan harusnya penerimaan bea cukai akan lebih efisien daripada sekarang,” tegasnya.
Sistem kecerdasan buatan ini nantinya akan digunakan untuk mendeteksi indikasi kecurangan seperti underinvoicing, penyelundupan barang, atau manipulasi data ekspor-impor. Dengan analisis data secara cepat dan akurat, sistem ini akan membantu petugas dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan lebih efektif.
Pengawasan yang selama ini masih mengandalkan laporan manual akan beralih menuju sistem digital terpadu yang mampu menilai risiko secara otomatis.
Langkah ini juga sejalan dengan arah kebijakan transformasi digital yang sedang digencarkan oleh pemerintah, di mana teknologi menjadi instrumen utama dalam menciptakan birokrasi yang efisien dan bersih.
Kinerja Bea Cukai Terus Tumbuh Positif
Peningkatan sistem pengawasan berbasis AI juga diharapkan akan memperkuat kinerja penerimaan negara yang saat ini menunjukkan tren positif.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga 30 September 2025, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp221,3 triliun, atau 73,4 persen dari target APBN 2025.
Realisasi tersebut terutama ditopang oleh peningkatan penerimaan bea keluar dan cukai, dua sektor yang menjadi penyumbang terbesar.
Penerimaan cukai tercatat mencapai Rp163,3 triliun atau 66,9 persen dari target APBN. Meskipun produksi Cukai Hasil Tembakau (CHT) mengalami penurunan sebesar 2,9 persen, penerimaan cukai tetap tumbuh sebesar 4,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menunjukkan adanya efektivitas dalam pengawasan dan kebijakan tarif yang diterapkan pemerintah.
Sementara itu, penerimaan bea keluar mencapai Rp21,4 triliun atau 477,8 persen dari target, melonjak hingga 74,8 persen secara tahunan.
Lonjakan ini didorong oleh kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO), meningkatnya volume ekspor sawit, serta kebijakan ekspor konsentrat tembaga yang memberikan dorongan signifikan terhadap pendapatan negara.
Untuk bea masuk, realisasinya mencapai Rp36,6 triliun atau 69,2 persen dari target APBN, meski mengalami kontraksi 4,6 persen dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini terjadi karena adanya pengurangan tarif pada sejumlah komoditas pangan dan penerapan perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang menurunkan tarif impor.
Efisiensi Digital Menuju Tata Kelola yang Lebih Transparan
Transformasi digital melalui sistem AI yang direncanakan Purbaya tidak hanya akan memperkuat pengawasan, tetapi juga membuka jalan bagi efisiensi tata kelola penerimaan negara.
Sistem berbasis kecerdasan buatan diharapkan mampu memberikan laporan secara real-time, menganalisis potensi kebocoran, serta mempercepat respons terhadap aktivitas ekspor dan impor.
Selain meningkatkan efisiensi internal, integrasi antara Bea Cukai, LNSW, dan Direktorat Jenderal Pajak juga akan menciptakan sinergi lintas sektor yang lebih kuat. Dengan begitu, pemerintah tidak hanya mengandalkan peningkatan tarif atau volume perdagangan untuk menambah pendapatan, tetapi juga memperkuat fondasi pengawasan digitalnya.
Langkah ini mencerminkan visi baru dalam manajemen fiskal Indonesia: menggabungkan kecerdasan buatan dan kecerdasan manusia untuk mengamankan penerimaan negara.
Dalam waktu yang relatif singkat, tiga bulan ke depan akan menjadi periode penting bagi tim Kementerian Keuangan untuk membuktikan efektivitas sistem ini. Jika berhasil, Indonesia akan melangkah lebih maju menuju pengawasan kepabeanan yang transparan, cepat, dan berdaya saing tinggi di era digital.