Minum Matcha Setiap Hari? Waspadai Dampaknya pada Zat Besi Tubuh

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:22:27 WIB
Minum Matcha Setiap Hari? Waspadai Dampaknya pada Zat Besi Tubuh

JAKARTA - Popularitas matcha sebagai minuman sehat tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda menurun.

Minuman berwarna hijau cerah ini sering dipromosikan sebagai sumber antioksidan tinggi dan alternatif lebih baik dibanding kopi. Namun, di balik citra sehatnya, penelitian dan pengalaman beberapa orang menunjukkan bahwa konsumsi matcha berlebihan dapat berdampak pada penyerapan zat besi, bahkan berpotensi memicu anemia defisiensi besi.

Fenomena ini sempat menjadi perbincangan di media sosial setelah sejumlah pengguna mengunggah pengalaman pribadi mereka mengalami gejala mirip anemia setelah rutin minum matcha. 

Salah satu yang paling viral adalah kisah seorang perawat dari Maryland, AS, yang membagikan videonya di TikTok. Ia mengaku mengalami kerontokan rambut dan kelelahan ekstrem setelah minum dua cangkir latte matcha setiap minggu. Setelah diperiksa, ternyata kadar zat besinya sangat rendah hingga ia harus dirawat di rumah sakit.

Meski begitu, para ahli mengingatkan bahwa kasus semacam ini tidak selalu disebabkan langsung oleh matcha. Mereka menilai, kondisi kadar zat besi rendah bisa jadi sudah ada sebelumnya dan diperparah oleh kebiasaan konsumsi matcha. Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya hubungan antara minuman ini dan risiko anemia?

Kandungan Matcha dan Pengaruhnya pada Penyerapan Zat Besi

Matcha dibuat dari daun teh hijau yang digiling halus, sehingga menghasilkan bubuk kaya antioksidan. Zat ini memang bermanfaat untuk tubuh karena melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas, yang bisa menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan gangguan jantung.

Namun, di balik manfaatnya, matcha juga mengandung polifenol—terutama katekin—yang dikenal sebagai antioksidan kuat. Katekin inilah yang disebut-sebut memiliki efek samping terhadap penyerapan zat besi. Saat melewati saluran pencernaan, katekin dapat mengikat zat besi non-heme (jenis zat besi dari sumber nabati seperti sayur dan kacang-kacangan), sehingga tubuh menyerapnya dalam jumlah lebih sedikit.

Akibatnya, kadar zat besi dalam darah bisa menurun. Kondisi ini menyebabkan tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah sehat untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan. Dalam jangka panjang, hal ini bisa memicu anemia defisiensi besi, yang ditandai dengan gejala seperti:

Kelelahan ekstrem

Napas pendek atau sesak

Detak jantung tidak teratur

Kulit tampak pucat

Sakit kepala

Pusing

Pandangan Ahli: Matcha dan Risiko Defisiensi Zat Besi

Menurut Dr. Magali Chohan, dosen senior nutrisi di St Mary’s University, London, antioksidan dalam matcha memang memberikan manfaat besar bagi tubuh. Namun, ia menegaskan bahwa senyawa tersebut juga dapat menghambat penyerapan zat besi non-heme, sehingga asupan dari makanan nabati tidak sepenuhnya diserap tubuh.

“Intinya, orang yang mengonsumsi banyak sumber zat besi dari sayuran atau kacang-kacangan bisa mendapatkan jumlah yang lebih sedikit dari yang mereka kira,” jelas Dr. Chohan. “Dalam jangka panjang, hal ini dapat menurunkan kadar zat besi total dan memicu gejala anemia defisiensi besi.”

Siapa yang Paling Rentan Terdampak?

Dari hasil pengamatan para ahli, kelompok vegan dan vegetarian menjadi yang paling berisiko mengalami kekurangan zat besi akibat konsumsi matcha berlebihan. Sebab, mereka cenderung memperoleh zat besi dari sumber non-heme (nabati), yang lebih mudah terhambat penyerapannya.

Selain itu, ibu hamil, wanita yang sedang menstruasi, bayi, serta orang yang sudah memiliki kadar zat besi rendah juga disarankan berhati-hati. Dalam kelompok ini, defisiensi zat besi bisa lebih cepat berkembang karena kebutuhan zat besi mereka lebih tinggi daripada rata-rata orang sehat.

Sementara itu, individu yang mengonsumsi daging dan ikan—sumber zat besi heme yang lebih mudah diserap tubuh—biasanya tidak terlalu terpengaruh oleh efek katekin dalam matcha.

Kunci Aman: Moderasi dan Pola Konsumsi yang Tepat

Dr. Chohan menekankan bahwa matcha tidak harus dihindari sepenuhnya. Ia menyebutkan, kunci untuk tetap mendapatkan manfaat tanpa efek negatif adalah dengan mengatur waktu dan frekuensi konsumsi.

“Maka seperti tren lainnya, moderasi adalah kuncinya,” ujarnya. Ia menyarankan agar tidak minum matcha bersamaan dengan waktu makan atau saat mengonsumsi suplemen zat besi. Memberi jarak waktu beberapa jam di antara keduanya dapat membantu tubuh menyerap zat besi dengan lebih baik.

Selain itu, vitamin C diketahui dapat meningkatkan penyerapan zat besi non-heme. Oleh karena itu, mengombinasikan makanan sumber zat besi dengan bahan kaya vitamin C—seperti menambahkan perasan lemon pada salad atau jus jeruk—bisa menjadi solusi sederhana untuk menyeimbangkan efek katekin dalam matcha.

“Jika masih ragu, konsultasikan dengan dokter umum atau ahli gizi,” tambah Dr. Chohan. “Dengan cara yang tepat, Anda tetap bisa menikmati manfaat matcha tanpa mengorbankan kadar zat besi dalam tubuh.”

Intinya: Matcha Tetap Sehat, Asal Tidak Berlebihan

Matcha tetaplah minuman bernutrisi tinggi yang kaya akan antioksidan. Namun, seperti halnya semua hal baik, konsumsi berlebihan bisa membawa dampak negatif. Efeknya mungkin tidak langsung terasa, tetapi bisa menumpuk dari waktu ke waktu, terutama bagi mereka yang sudah memiliki kadar zat besi rendah.

Menikmati matcha satu atau dua kali seminggu dalam porsi wajar, serta mengimbanginya dengan pola makan seimbang yang kaya protein, sayuran, dan vitamin C, dapat membantu tubuh tetap sehat. Jadi, bukan matcha yang salah—melainkan cara kita mengonsumsinya yang perlu diperhatikan.

Dengan pemahaman yang tepat, Anda tetap bisa menikmati tren minuman hijau ini tanpa takut anemia menyerang.

Terkini