Jakarta, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berupaya membangun Islamic Ecosystem di Indonesia, salah satunya dengan menjadikan industri makanan dan minuman halal sebagai sektor halal prioritas untuk dikembangkan melalui pembiayaan tepat guna dan tepat sasaran.
Menurut Direktur Treasury & International Banking BSI, Moh. Adib, status Indonesia sebagai the largest muslim population in the world tentunya menjadi berkah tersendiri, di mana Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk dapat menjadi prominent leader, key player, bahkan menjadi trend setter dalam berbagai upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di kancah global.
"Besarnya potensi bisnis industri makanan dan minuman halal ini menjadikan industri tersebut salah satu sektor halal prioritas untuk dikembangkan terlebih dahulu, tidak hanya dari sudut pandang besarnya kebutuhan atau demand akan produk makanan dan minuman halal, tetapi juga karena pengembangan sektor makanan dan minuman ini menjadi salah satu upaya dalam mendukung penguatan ketahanan pangan," kata Adib dalam diskusi daring bertema “Membangun Industri Makanan & Minuman Halal Dalam Negeri serta Dukungan Perbankan Syariah” yang diselenggarakan oleh BSI Institute, melalui rilisnya, di Pekanbaru, Senin.
Sebagaimana diketahui, Indonesia saat ini menempati urutan ke-4 dalam indikator ranking ekonomi Islam dunia dari laporan State of the Global Islamic Economy Report 2022. Sementara itu, besarnya potensi ekonomi syariah di Indonesia terbukti dengan nilai industri halal Indonesia, khususnya industri makanan dan minuman.
Menurut laporan Indonesia Halal Markets Report 2021/2022, industri makanan dan minuman memiliki market size terbesar di dunia, yaitu mencapai U$135 miliar atau di kisaran Rp1.958 triliun. Meski demikian, Indonesia masih berada pada posisi kedua di bawah Malaysia pada pemeringkatan segmen halal food pada Global Islamic Economy Indicator Score 2022.
Namun, pengembangan industri makanan dan minuman halal di Indonesia bukanlah tanpa tantangan. Saat ini, industri pengolahan nasional secara umum masih bergantung pada impor, di mana sekitar 71% dari total impor Indonesia merupakan impor bahan baku dan barang antara atau pendukung industri pengolahan, termasuk pengolahan makanan dan minuman.
Bagi industri pengolahan makanan, ketergantungan atas bahan baku impor akan memunculkan isu terjamin atau tidaknya kehalalan bahan baku tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan pengembangan industri makanan dan minuman halal yang sangat bergantung pada halal tidaknya seluruh proses produksinya, termasuk jaminan halal di sepanjang supply chain dari hulu hingga ke hilirnya.
Sejatinya, pengembangan industri halal ini dapat direalisasikan dengan mengurangi ketergantungan impor dan membangun industrinya dari hulu ke hilir di dalam negeri. Upaya lain yakni melakukan sertifikasi halal di setiap produk dan bahan baku dalam proses produksi dan supply chain-nya.
Dengan strategi tersebut, diharapkan menjadi peluang bagi pelaku bisnis dalam negeri dalam mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman hingga ke segmen industri kecil dan menengah. Artinya potensi besar di industri ini tidak hanya menjadi peluang bagi korporasi besar.
Pada kesempatan webinar tersebut, hadir pula Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Susiwijono Moegiarso, yang dalam keynote speech yang disampaikannya menyatakan bahwa perlunya Indonesia memanfaatkan keberadaan kawasan industri, salah satunya seperti yang berlokasi di Batam, untuk mendorong kemandirian industri dalam negeri dengan menghubungkan basis produksi lokal dengan global halal value chain.
Diharapkan, perbankan syariah juga dapat berkontribusi aktif dalam merealisasikan strategi pembangunan industri makanan dan minuman halal di dalam negeri.
Dalam kesempatan yang sama, SVP SME Banking BSI Dedy Suryadi menambahkan, salah satu dukungan yang diberikan oleh BSI dalam membangun industri makanan dan minuman halal di Indonesia yakni penyaluran pembiayaan tepat sasaran kepada pelaku UMKM dan IKM yang bergerak di bidang tersebut.
Dukungan BSI termasuk melalui pembangunan UMKM Center yang saat ini sudah ada di tiga kota. Selain itu, program Talenta Wirausaha Muda yang sudah berjalan di tahun ini akan menjadi agenda rutin tahunan guna menjaring para pelaku UMKM dan IKM untuk bisa masuk dalam ekosistem BSI, khususnya yang bergerak di bidang makanan dan minuman halal.
Dengan begitu, pembiayaan akan semakin tepat sasaran dan tepat guna karena lewat dua program ini BSI tidak hanya memberikan pembiayaan, tetapi juga pendampingan dan pelatihan agar UMKM ini bisa sustain dan naik kelas.
“Nasabah UMKM kita hampir mayoritas 60 persen adalah bergerak di sektor makanan dan minuman, dan ternyata sebagian besarnya belum memiliki literasi tentang kehalalan produknya. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama, bagaimana kita harus membina para UMKM dan IKM dengan memberikan literasi tentang kehalalan produk yang diproduksi ada dijualnya. Selanjutnya adalah bagaimana mendorong terbangunnya kawasan halal, termasuk kemudian bagaimana kita harus dapat menciptakan UMKM dan IKM halal yang go global dan berdaya ekspor,” kata Dedy.(BST).