Apa Itu Fase Luteal, Cara Menghitung, hingga Gangguannya

Bru
Rabu, 09 Juli 2025 | 09:55:38 WIB
apa itu fase luteal

Apa itu fase luteal? Pubertas menandai awal perubahan fisik pada perempuan, seperti tumbuhnya payudara dan mulainya siklus menstruasi.

Semua perubahan ini berlangsung secara alami dan menandai bahwa tubuh sudah mulai siap menjalankan fungsi reproduksi.

Ketika perempuan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya, kondisi ini sering menimbulkan rasa bingung, apalagi karena keluarnya darah dari vagina yang bisa terasa mengejutkan. 

Haid sendiri terjadi akibat peluruhan dinding rahim yang disertai jaringan endometrium. Dalam siklus menstruasi, terdapat beberapa tahapan yang dilewati tubuh perempuan, dan salah satunya adalah fase luteal. 

Fase ini merupakan bagian penting dari keseluruhan proses yang terjadi selama siklus haid.

Jika kamu masih belum memahami secara mendalam apa itu fase luteal, penjelasan lengkap di bawah ini dapat membantu memberi gambaran lebih jelas tentang tahap ini dalam siklus menstruasi.

Apa Itu Fase Luteal?

Apa itu fase luteal? Istilah ini merujuk pada salah satu tahapan dalam siklus menstruasi yang dialami oleh perempuan. Fase ini terjadi setelah proses ovulasi, yaitu saat sel telur dilepaskan oleh ovarium, dan berlangsung hingga menjelang menstruasi berikutnya.

Selama periode ini, lapisan dinding rahim akan menebal sebagai bentuk persiapan tubuh jika terjadi pembuahan. Namun, jika fase luteal terganggu, penebalan lapisan rahim bisa tidak optimal, sehingga dapat mempersulit peluang kehamilan.

Oleh karena itu, memahami fase ini menjadi hal penting, terutama bagi perempuan yang sedang menjalani program kehamilan.

Cara Menghitung Fase Luteal

Bagian kedua dalam siklus menstruasi dikenal sebagai fase yang terjadi setelah pelepasan sel telur dari folikel. 

Setelah dilepaskan, sel telur akan bergerak menuju saluran tuba falopi dan jika bertemu dengan sperma, proses pembuahan dapat terjadi. 

Folikel yang sebelumnya menjadi tempat sel telur, kemudian berubah menjadi struktur baru yang dinamakan korpus luteum, yang memiliki warna kekuningan.

Struktur ini memiliki peran penting karena menghasilkan hormon progesteron dan juga sejumlah kecil hormon estrogen. 

Fungsi progesteron dalam fase ini adalah menebalkan lapisan rahim, sehingga sel telur yang telah dibuahi dapat menempel dan berkembang dengan baik. 

Di dalam lapisan rahim yang menebal, pembuluh darah mulai tumbuh untuk menyuplai oksigen serta nutrisi kepada embrio yang sedang berkembang.

Apabila terjadi kehamilan, tubuh perempuan akan mulai memproduksi hormon hCG atau human chorionic gonadotropin. 

Hormon ini bertugas menjaga keberlangsungan korpus luteum agar tetap aktif menghasilkan progesteron hingga kehamilan memasuki minggu ke-10. Setelah masa tersebut, peran produksi progesteron akan diambil alih oleh plasenta. 

Selama masa kehamilan, kadar progesteron akan terus meningkat demi menjaga kondisi rahim tetap stabil dan mendukung pertumbuhan janin.

Sebaliknya, jika kehamilan tidak terjadi, korpus luteum akan mengalami penyusutan dan berhenti berfungsi. Struktur ini kemudian berubah menjadi jaringan kecil yang tidak aktif di dalam perut. 

Penurunan kadar progesteron yang terjadi akibat kondisi ini akan menyebabkan peluruhan lapisan rahim, yang kemudian keluar dari tubuh sebagai darah menstruasi. Siklus ini kemudian akan berulang kembali dari awal.

Fase ini memainkan peran penting dalam mempersiapkan tubuh perempuan untuk kemungkinan kehamilan. Durasi fase tersebut bisa bervariasi, menjadi lebih pendek atau lebih panjang jika terdapat gangguan tertentu. 

Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk mencatat dan memantau tahapan ini agar dapat mendeteksi jika ada ketidakteraturan yang mungkin memerlukan perhatian lebih lanjut. 

Pembahasan mengenai berbagai jenis gangguan yang dapat terjadi dalam fase ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Gangguan yang Mungkin Terjadi pada Fase Luteal

Lama waktu yang berlangsung dalam tahap ini umumnya berkisar antara 12 sampai 14 hari. Selama periode tersebut, ovarium memproduksi hormon yang dikenal sebagai progesteron. 

Hormon ini berperan penting dalam memberi sinyal pada dinding rahim untuk menebal sebagai persiapan jika terjadi pembuahan.

Dalam kondisi hamil, embrio akan menempel pada lapisan rahim yang telah mengalami penebalan tersebut. 

Namun, ada kalanya terjadi gangguan pada tahap ini, terutama jika ovarium tidak menghasilkan cukup progesteron atau tubuh tidak merespons hormon tersebut secara optimal.

Gangguan yang terjadi dapat berupa fase yang lebih singkat atau lebih panjang dari biasanya. 

Jika tahap ini berlangsung kurang dari 10 hari, maka lapisan rahim tidak memiliki cukup waktu untuk tumbuh dan mempersiapkan diri guna menunjang pertumbuhan embrio. 

Kondisi seperti ini bisa menyulitkan terjadinya kehamilan atau menyebabkan waktu yang lebih lama bagi perempuan untuk bisa memiliki anak.

Sebaliknya, jika fase ini berlangsung terlalu lama, biasanya hal tersebut dipicu oleh ketidakseimbangan hormon yang umum terjadi pada kondisi seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS).

Penyebab Gangguan Fase Luteal

Membahas tentang tahapan ini tentu belum lengkap jika belum mengenal apa saja yang dapat memicu gangguan pada fase tersebut. 

Salah satu penyebab utamanya adalah ketika ovarium tidak mampu memproduksi hormon progesteron dalam jumlah yang cukup, atau saat lapisan rahim tidak merespons dengan baik terhadap kadar progesteron yang sebenarnya sudah normal.

Di samping itu, penggunaan teknologi reproduksi berbantu seperti bayi tabung (IVF), yang mengandalkan hormon untuk merangsang produksi sel telur, juga dapat memicu terjadinya kondisi yang dikenal sebagai gangguan fase luteal atau Luteal Phase Defect (LPD). 

Oleh karena itu, perempuan yang menjalani program stimulasi ovarium biasanya juga akan diberikan tambahan progesteron guna membantu memastikan bahwa lapisan rahim dapat berkembang dan terpelihara dengan baik.

Gangguan ini juga lebih mungkin terjadi jika seseorang memiliki kondisi kesehatan tertentu atau mengalami faktor-faktor pemicu seperti berikut: obesitas, olahraga yang dilakukan secara berlebihan, sindrom ovarium polikistik (PCOS), stres berkepanjangan, sedang menyusui, gangguan pada kelenjar tiroid, dan kadar hormon prolaktin yang terlalu tinggi (hiperprolaktinemia).

Di sisi lain, beberapa studi juga menemukan bahwa gangguan hormon pada fase awal siklus menstruasi (fase folikuler) dapat menjadi pemicu gangguan fase luteal, khususnya pada perempuan berusia antara 30 hingga 44 tahun.

Gejala Gangguan pada Fase Luteal

Sebagian besar perempuan yang mengalami gangguan pada fase ini biasanya tidak merasakan tanda-tanda yang jelas. Namun, dalam beberapa kasus, kondisi tersebut dapat menimbulkan sejumlah gejala yang patut diwaspadai, antara lain:

  • Terjadinya bercak darah ringan atau spotting di antara dua periode menstruasi
  • Siklus haid yang berlangsung dalam waktu sangat singkat
  • Kesulitan untuk hamil meskipun telah melakukan berbagai upaya
  • Riwayat keguguran
  • Perut terasa kembung
  • Munculnya sakit kepala
  • Pembengkakan pada payudara yang disertai rasa nyeri
  • Perubahan suasana hati secara tiba-tiba
  • Kenaikan berat badan
  • Penurunan atau perubahan pada gairah seksual
  • Gangguan tidur atau sulit beristirahat dengan nyaman

Gejala-gejala tersebut bisa menjadi petunjuk bahwa ada sesuatu yang tidak seimbang dalam siklus tubuh dan mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pengaruh Gangguan Fase Luteal pada Peluang Kehamilan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gangguan pada fase ini dapat membuat perempuan lebih sulit untuk hamil atau memerlukan waktu lebih lama untuk bisa mencapai kehamilan.

Hal ini terjadi karena saat fase tersebut mengalami gangguan, lapisan rahim tidak berkembang secara optimal sehingga tidak mampu memberikan dukungan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan embrio. 

Selain itu, gangguan ini juga bisa menghambat terjadinya ovulasi, yang berarti tidak ada sel telur yang dilepaskan untuk dibuahi, sehingga kehamilan pun menjadi tidak memungkinkan.

Cara Mengatasi Adanya Gangguan Fase Luteal

Penanganan terhadap gangguan pada fase ini sangat bergantung pada kondisi kesehatan perempuan yang mengalaminya, termasuk apakah ia sedang merencanakan kehamilan atau tidak. 

Jika tidak ada keinginan untuk hamil, biasanya tidak diperlukan pengobatan khusus terhadap gangguan ini.

Namun, bagi perempuan yang sedang berusaha untuk memiliki anak, dokter mungkin akan merekomendasikan penggunaan obat-obatan tertentu. 

Salah satunya adalah Clomiphene Citrate (Clomid), yang berfungsi untuk merangsang ovarium agar menghasilkan lebih banyak folikel guna memicu pelepasan sel telur. 

Selain itu, ada pula obat seperti hCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang dapat membantu memulai ovulasi serta merangsang produksi progesteron dalam jumlah lebih besar.

Setelah ovulasi, dokter juga bisa menyarankan pemberian progesteron melalui suntikan, pil, atau supositoria untuk membantu menebalkan lapisan rahim agar siap menerima sel telur yang telah dibuahi. 

Sebelum menjalani pengobatan, sangat penting untuk berkonsultasi terlebih dahulu agar mendapat saran terbaik sesuai kondisi tubuh masing-masing.

Hingga saat ini, penelitian belum menunjukkan bahwa mengobati gangguan ini secara langsung dapat meningkatkan peluang kehamilan pada perempuan yang tidak menjalani prosedur bantuan reproduksi. 

Meski begitu, pemberian progesteron dapat bermanfaat bagi sebagian perempuan yang menjalani terapi kesuburan. Namun, belum ada bukti kuat bahwa mengonsumsi progesteron setelah kehamilan terjadi dapat mencegah risiko keguguran.

Oleh karena itu, jika kamu mengalami kesulitan dalam hal kesuburan, segera temui dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bisa jadi, masalah tersebut berkaitan dengan gangguan pada fase ini.

Siklus Menstruasi pada Wanita

Setelah sebelumnya membahas mengenai salah satu tahapan dalam siklus menstruasi, kini saatnya memahami lebih jauh tentang proses menstruasi itu sendiri. 

Menstruasi adalah hal alami yang terjadi pada semua perempuan, berupa siklus bulanan yang ditandai dengan keluarnya darah dari vagina.

Selama periode ini, tubuh perempuan sedang mempersiapkan kemungkinan terjadinya kehamilan. Bila tidak ada pembuahan, maka lapisan dinding rahim yang telah menebal akan meluruh dan dikeluarkan bersama darah melalui vagina.

Pada umumnya, siklus ini berlangsung sekitar 28 hari. Namun, perlu dipahami bahwa tiap perempuan bisa memiliki durasi siklus yang berbeda. 

Sebagian besar mengalami menstruasi pertama kali di usia antara 12 hingga 14 tahun, meski ada juga yang mengalaminya lebih awal atau lebih lambat, tergantung pada kondisi tubuh masing-masing.

Meskipun waktu pasti terjadinya menstruasi sulit diprediksi, sebagian besar perempuan biasanya merasakan gejala tertentu beberapa hari sebelumnya. 

Siklus ini akan berhenti secara alami ketika seorang perempuan memasuki masa menopause, yang umumnya terjadi antara usia 45 hingga 55 tahun.

Namun, jika seorang perempuan belum mengalami menstruasi hingga usia 16 tahun, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter guna mengetahui apakah ada gangguan pada sistem reproduksi yang perlu diperiksa lebih lanjut.

Fase dalam Siklus Menstruasi selain Fase Luteal

Meskipun siklus menstruasi terjadi secara rutin pada perempuan, di dalamnya terdapat beberapa tahapan penting yang berlangsung secara berurutan. Salah satu tahapan tersebut telah dijelaskan sebelumnya, yakni fase yang terjadi setelah ovulasi. 

Namun selain fase itu, ada pula beberapa tahap lain yang juga memiliki peran penting dalam keseluruhan proses siklus menstruasi.

Fase Menstruasi

Ini merupakan tahap awal dari siklus menstruasi dan biasanya terjadi pada hari pertama hingga hari kelima. 

Pada fase ini, lapisan dinding rahim yang tidak dibutuhkan karena tidak terjadi pembuahan akan meluruh dan keluar dalam bentuk darah melalui vagina.

Pendarahan dalam tahap ini umumnya berlangsung selama tiga hingga lima hari, meskipun dalam beberapa kasus bisa berlangsung hanya dua hari atau hingga tujuh hari, dan kondisi tersebut masih dianggap normal. 

Selama masa ini, banyak perempuan mengalami keluhan seperti nyeri akibat kontraksi otot rahim saat proses peluruhan berlangsung.

Fase Folikuler

Tahap ini biasanya terjadi dari hari keenam hingga hari ke-14 dalam siklus menstruasi. 

Selama periode ini, kadar hormon estrogen mulai meningkat, yang mendorong pertumbuhan serta penebalan lapisan dinding rahim sebagai persiapan jika terjadi pembuahan.

Pada fase ini pula, antara hari ke-10 hingga hari ke-14, salah satu folikel dalam ovarium akan berkembang dan menghasilkan sel telur yang matang, yang nantinya siap dilepaskan untuk proses ovulasi.

Fase Ovulasi

Tahapan ini biasanya berlangsung sekitar hari ke-14 dalam siklus menstruasi. Pada fase ini, sel telur yang telah matang siap untuk dibuahi oleh sperma, yang dipicu oleh lonjakan hormon luteinizing. 

Setelah dilepaskan, sel telur bergerak menuju tuba falopi dan berpotensi menempel di dinding rahim jika terjadi pembuahan.

Namun, apabila tidak terjadi pembuahan dalam waktu sekitar 24 jam, sel telur tersebut akan hancur secara alami. 

Selama fase ini, tubuh biasanya menunjukkan tanda seperti keluarnya lendir bening dari leher rahim melalui vagina, yang menandakan masa subur.

Fase Luteal

Ini merupakan tahap akhir dari siklus menstruasi, yang berlangsung mulai hari ke-15 hingga hari ke-28. Pada fase ini, sel telur yang telah dilepaskan akan bergerak melalui tuba falopi menuju rahim. 

Selama periode ini, hormon progesteron meningkat untuk membantu mempersiapkan dinding rahim agar dapat mendukung proses kehamilan jika pembuahan terjadi.

Jika sel telur berhasil dibuahi dan menempel pada lapisan rahim, maka kehamilan akan dimulai. 

Namun, jika pembuahan tidak terjadi, kadar hormon estrogen dan progesteron akan menurun secara bertahap, menyebabkan peluruhan lapisan rahim yang akan dikeluarkan sebagai darah menstruasi pada awal siklus berikutnya.

Tanda Kondisi Haid Sehat

Menstruasi yang tergolong sehat umumnya terjadi secara teratur dalam rentang waktu antara 21 hingga 35 hari. Apabila siklus datang lebih cepat dari rentang tersebut, bisa jadi terdapat gangguan dalam sistem reproduksi yang perlu diperhatikan.

Ciri lain dari siklus yang sehat adalah waktu terjadinya ovulasi yang biasanya berada di sekitar hari ke-14, atau di pertengahan siklus. 

Selain itu, beberapa indikator lain yang menunjukkan bahwa menstruasi berada dalam kondisi normal dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:

Warna Darah Saat Menstruasi

Darah menstruasi yang normal biasanya berwarna merah terang. Warna ini menunjukkan bahwa aliran darah berlangsung lancar dan sehat.

Namun, apabila darah berwarna merah tua, kecokelatan, atau disertai gumpalan, hal ini bisa menjadi tanda adanya gangguan pada sirkulasi rahim atau ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.

Kondisi Keputihan

Menjelang datangnya menstruasi, tubuh biasanya mengeluarkan keputihan yang tergolong normal. 

Keputihan ini berwarna putih atau bening, memiliki tekstur kental dan lengket, serta tidak berbau menyengat. Ini merupakan bagian dari proses alami tubuh dalam menyesuaikan diri dengan siklus hormonal.

Kemunculan Gejala Fisik

Menstruasi yang sehat biasanya diawali dengan gejala seperti nyeri ringan, perubahan suasana hati, atau kembung, yang akan menghilang saat darah haid mulai keluar.

Namun, jika gejala yang muncul terasa lebih berat dari biasanya atau tampak berbeda dari siklus sebelumnya, ada baiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui penyebab dan mendapatkan penanganan yang tepat.

Sebagai penutup, memahami apa itu fase luteal penting untuk mengetahui kesiapan tubuh dalam mendukung kehamilan dan menjaga kesehatan sistem reproduksi perempuan.

Terkini