JAKARTA - Pemerintah menghadapi tantangan mengelola defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terus meningkat. Untuk mengatasi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) kepada Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) sebagai sumber pembiayaan defisit APBN 2025. Usulan tersebut bukan hanya sebuah langkah strategis, melainkan juga bentuk optimalisasi pengelolaan keuangan negara.
Dalam rapat kerja bersama Banggar DPR, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penggunaan SAL sebesar Rp85,6 triliun akan diambil dari saldo akhir tahun APBN 2024 yang mencapai Rp457,5 triliun. Langkah ini bertujuan mengurangi kebutuhan pembiayaan defisit yang biasanya ditutupi melalui penerbitan surat utang. “Sehingga kenaikan defisit itu tidak harus dibiayai semua dengan penerbitan surat utang, namun menggunakan kas yang ada,” ujarnya.
Apa Itu SAL?
Saldo Anggaran Lebih, atau SAL, secara teknis merupakan akumulasi dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dan sisa kurang pembiayaan anggaran (SiKPA) dari tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun berjalan setelah proses penutupan anggaran. Selain itu, saldo ini juga mengalami penyesuaian melalui koreksi pembukuan sesuai dengan data dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
Besaran SAL yang dapat digunakan bergantung pada kebutuhan pembiayaan defisit pemerintah serta ketersediaan sumber pembiayaan lain. Pemerintah juga harus memperhitungkan nilai SAL yang likuid, yakni dana yang belum dialokasikan untuk tujuan tertentu, serta mempertimbangkan kebutuhan anggaran sampai akhir tahun berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya.
Peran SAL dalam Manajemen Anggaran
Pengelolaan SAL sangat penting untuk menjaga fleksibilitas fiskal pemerintah. Ketika realisasi pembiayaan anggaran lebih besar daripada defisit yang terjadi (SiLPA), otomatis SAL pemerintah akan bertambah. Dana ini biasanya tersimpan di Bank Indonesia dan bank-bank umum. Sebaliknya, jika realisasi defisit lebih besar daripada pembiayaan (SiKPA), maka SAL yang dimiliki pemerintah akan berkurang.
Meski pemerintah merencanakan penerimaan pembiayaan dengan matang, dinamika di lapangan seringkali menyebabkan terjadinya SiLPA atau SiKPA. Oleh karena itu, SAL menjadi salah satu instrumen penting untuk menstabilkan kondisi fiskal dan memberikan ruang gerak bagi pengelolaan defisit.
Prosedur Penggunaan SAL
Penggunaan SAL diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.05/2021 tentang Pengelolaan Saldo Anggaran Lebih. Menurut aturan ini, SAL dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kas temporer, pembiayaan anggaran, dan/atau stabilisasi fiskal.
Penggunaan SAL untuk pembiayaan anggaran dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, antara lain: pembiayaan defisit yang melebihi target yang sudah ditetapkan dalam APBN, kebutuhan pengeluaran negara ketika realisasi penerimaan tidak sesuai target, serta pengeluaran yang belum dialokasikan anggarannya atau melebihi pagu yang ditentukan. Selain itu, SAL juga dapat digunakan untuk memenuhi pembiayaan lain yang telah diatur dalam undang-undang APBN.
Sri Mulyani menjelaskan, “Penggunaan SAL untuk pemenuhan pembiayaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memindahbukukan dana SAL dari rekening lainnya milik Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk menampung SAL ke Rekening Kas Umum Negara.”
Strategi Fiskal yang Lebih Efisien
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan SAL, pemerintah berupaya mengurangi ketergantungan pada penerbitan surat utang yang selama ini menjadi sumber pembiayaan utama defisit. Hal ini sejalan dengan prinsip pengelolaan fiskal yang prudent dan berkelanjutan, menjaga agar beban utang negara tidak membengkak secara tidak terkendali.
SAL bukan hanya angka dalam laporan keuangan, melainkan representasi dari sisa dana yang dapat dimanfaatkan sebagai bantalan fiskal. Penggunaan SAL untuk menutup defisit juga berarti bahwa dana yang telah tersedia secara efektif dioptimalkan sebelum mencari sumber pembiayaan baru.
Implikasi bagi Ekonomi dan Kebijakan Fiskal
Pemanfaatan SAL sebesar Rp85,6 triliun ini diharapkan dapat membantu menstabilkan defisit APBN 2025 tanpa perlu melakukan penerbitan utang baru dalam jumlah besar. Kebijakan ini juga memberikan sinyal positif kepada pasar dan investor bahwa pemerintah mengelola anggaran secara bijaksana dan berhati-hati.
Lebih lanjut, langkah ini membuka ruang bagi pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya ke sektor-sektor prioritas tanpa harus khawatir membebani neraca utang. Di tengah dinamika ekonomi global dan domestik yang penuh ketidakpastian, strategi ini menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan fiskal dan daya tahan ekonomi nasional.
Pemanfaatan SAL sebagai bagian dari strategi pembiayaan defisit APBN 2025 merupakan langkah inovatif dan efektif yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dengan memanfaatkan sisa saldo anggaran yang likuid, pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada penerbitan surat utang dan meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan SAL yang cermat dan sesuai regulasi juga akan membantu menjaga stabilitas fiskal, sekaligus mendukung pencapaian target pembangunan nasional.