JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan usulan anggaran subsidi listrik sebesar Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun untuk tahun 2026. Subsidi ini dirancang untuk menjangkau 44,88 juta pelanggan, khususnya rumah tangga miskin dan rentan yang sangat membutuhkan bantuan dalam akses listrik.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu, menjelaskan bahwa alokasi subsidi ini merupakan bagian dari upaya mendorong transisi energi yang lebih efisien dan berkeadilan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari ekonomi, sosial, hingga lingkungan. Pernyataan ini disampaikan Jisman dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI.
Dasar Perhitungan Alokasi Subsidi Listrik
Perhitungan kebutuhan subsidi ini didasarkan pada sejumlah parameter makroekonomi yang cukup strategis. Nilai tukar rupiah diasumsikan berada pada rentang Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) diperkirakan berada di kisaran US$60 sampai US$80 per barel. Selain itu, tingkat inflasi juga diperhitungkan dalam kisaran 1,5% hingga 3,5%.
Parameter-parameter tersebut menjadi dasar yang menentukan besarnya subsidi yang diperlukan pemerintah untuk menjaga kestabilan tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat, sekaligus menjaga keberlanjutan sektor ketenagalistrikan nasional.
Fokus Subsidi untuk Rumah Tangga Miskin dan Rentan
Kementerian ESDM menargetkan subsidi listrik diberikan kepada 44,88 juta pelanggan. Prioritas utama adalah rumah tangga dengan daya listrik 450 volt-ampere (VA) dan 900 VA, serta pelaku usaha kecil dan sektor sosial yang masuk dalam kategori rentan secara ekonomi.
Jisman menegaskan bahwa pelanggan rumah tangga masih menjadi prioritas utama dalam penyaluran subsidi. Berdasarkan data, dari total 85,40 juta pelanggan rumah tangga, sekitar 24,75 juta pelanggan menggunakan daya 450 VA dan 10,49 juta pelanggan menggunakan daya 900 VA masuk kategori tidak mampu.
“Proporsi subsidi listrik untuk sektor rumah tangga ini sangat besar, mencapai 67,49% pada 2024 dan diperkirakan turun sedikit menjadi 64,41% pada 2025,” tambah Jisman. Realisasi subsidi listrik sepanjang 2024 tercatat sebesar Rp77,05 triliun.
Strategi Mengendalikan Beban Subsidi Listrik
Mengelola beban subsidi yang cukup besar memerlukan sejumlah strategi agar penggunaan anggaran tetap efisien. Salah satunya adalah pengendalian biaya pokok penyediaan (BPP) listrik, karena subsidi sendiri adalah selisih antara biaya pokok tersebut dengan tarif yang dibebankan ke masyarakat.
Untuk itu, pemerintah telah menetapkan roadmap pengelolaan konsumsi bahan bakar (specific fuel consumption) dan pengecualian tertentu untuk pembangkit listrik, agar operasional pembangkit lebih efisien dan terawat.
Upaya Efisiensi dalam Pengadaan Energi Listrik
Selain itu, Kementerian ESDM mendorong penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$7 per million British Thermal Units (MMBtu) untuk mengendalikan biaya energi. Penetapan harga tertinggi pembelian listrik dari perusahaan pembangkit swasta (Independent Power Producer/IPP) juga dilakukan agar tidak terjadi lonjakan biaya.
Selanjutnya, pemerintah menyusun peta jalan (roadmap) untuk mengurangi kehilangan atau susut listrik selama penyaluran, terutama di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) yang memiliki tantangan teknis tinggi.
Kebijakan domestic market obligation (DMO) batu bara yang menetapkan harga maksimal US$70 per ton juga diimplementasikan untuk menekan biaya bahan bakar pembangkit listrik yang menggunakan batu bara.
Peran Subsidi dalam Mendukung Keadilan Energi
Subsidi listrik yang besar dan prioritas kepada rumah tangga miskin ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyediakan energi yang adil dan merata. Ketersediaan listrik dengan harga terjangkau menjadi bagian penting dari peningkatan kesejahteraan sosial dan pengurangan ketimpangan.
Dengan besarnya anggaran yang dialokasikan, pemerintah ingin memastikan akses energi yang berkualitas tidak hanya untuk masyarakat di perkotaan, tetapi juga mereka yang berada di pelosok daerah yang selama ini masih berjuang mendapatkan listrik.
Subsidi Listrik sebagai Pilar Transisi Energi
Alokasi subsidi listrik yang mencapai lebih dari Rp100 triliun pada 2026 bukan hanya sekadar soal anggaran, melainkan bagian dari strategi nasional dalam menghadapi tantangan energi masa depan. Subsidi ini diharapkan bisa mendorong transisi energi yang lebih efisien dan berkeadilan, dengan menjaga keseimbangan antara aspek sosial dan ekonomi.
Pemerintah dan Kementerian ESDM terus mengupayakan agar subsidi ini tersalurkan tepat sasaran dan digunakan secara optimal demi kesejahteraan rakyat sekaligus mendukung ketahanan energi nasional.