JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengambil langkah strategis dalam memperkuat kolaborasi regional dan internasional guna mengembangkan teknologi kecerdasan artifisial (AI) yang etis dan inklusif. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria saat menghadiri 3rd UNESCO Global Forum on the Ethics of Artificial Intelligence yang berlangsung di Bangkok, Thailand.
Nezar menjelaskan, sejak tahun 2020, Indonesia telah mengembangkan Strategi Nasional AI melalui proses konsultasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, akademisi, hingga pelaku industri. "Kolaborasi internasional dan regional sangat penting agar pengembangan AI tidak hanya mengedepankan inovasi, tetapi juga menjamin keadilan, keterjangkauan, dan manfaat bersama, khususnya bagi negara-negara Global South," ujar Nezar dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta.
Tiga Langkah Kolektif Indonesia untuk AI Global
Dalam forum tersebut, Nezar mengungkapkan bahwa Indonesia mendorong tiga agenda utama sebagai langkah kolektif komunitas internasional dalam tata kelola AI:
Pembentukan Platform Multistakeholder
Indonesia mengusulkan pembentukan platform yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan guna mengharmonisasikan standar etika dan kebijakan tata kelola AI secara global. Ini bertujuan agar regulasi dan pedoman pengembangan AI dapat diterapkan secara konsisten dan berkeadilan di berbagai negara.
Penguatan Kerangka Kerja South-South Cooperation
Indonesia menekankan pentingnya kerja sama antarnegara kawasan Selatan (Global South) untuk berbagi pengetahuan dan teknologi AI secara lebih merata. Langkah ini diharapkan dapat memperkecil kesenjangan digital antara negara berkembang dan maju.
Penerapan Sistematis Penilaian Dampak Etika
Setiap inisiatif AI lintas negara harus melewati penilaian dampak etika secara sistematis untuk memastikan bahwa teknologi AI tidak menimbulkan risiko sosial, diskriminasi, atau pelanggaran hak asasi manusia.
Membangun Ekosistem SDM Digital dan Pendidikan AI
Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia tengah fokus membangun ekosistem sumber daya manusia (SDM) digital yang mumpuni. Targetnya adalah mencetak sembilan juta talenta digital, termasuk profesional bidang AI, pada tahun 2030. “Pembaruan kurikulum pendidikan untuk menyertakan literasi dan etika AI juga tengah dilakukan sebagai bagian dari strategi jangka panjang,” tambah Nezar.
Pemerintah melihat pendidikan sebagai kunci untuk menyiapkan generasi muda yang tidak hanya mampu menggunakan teknologi AI, tetapi juga memahami implikasi etis dan sosialnya. Hal ini juga sejalan dengan upaya mengembangkan pusat riset AI di wilayah seperti Papua, yang dinilai dapat mempercepat pemerataan akses dan pengembangan teknologi AI di seluruh nusantara.
Komitmen Indonesia pada Tata Kelola AI yang Etis dan Berkelanjutan
Pada sesi tingkat tinggi bertema “Fostering Global Dialogue on AI for a Collective Future,” Indonesia menegaskan komitmennya mendorong tata kelola AI yang inklusif, etis, dan berpihak pada pembangunan berkelanjutan. Nezar menjelaskan, “Partisipasi aktif Indonesia dalam forum ini mencerminkan peran strategis negara dan masyarakat luas dalam mendorong tata kelola AI global yang berlandaskan prinsip etika universal namun tetap responsif terhadap konteks lokal.”
Menurut Nezar, transformasi digital harus berlangsung secara adil, bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, pemerintah akan terus menjalin kerja sama erat dengan mitra regional dan internasional. “Pemerintah Indonesia akan terus menjalin kerja sama erat dengan mitra regional dan internasional untuk memastikan bahwa transformasi digital berlangsung secara adil, bertanggung jawab, dan berkelanjutan,” tegasnya.
UNESCO Global Forum: Ajang Kolaborasi Kebijakan AI Dunia
3rd UNESCO Global Forum on the Ethics of Artificial Intelligence merupakan forum internasional yang mempertemukan para pemimpin dari berbagai negara yang tengah merancang dan menerapkan kebijakan AI. Forum ini bertujuan mendorong kolaborasi lintas kawasan untuk memastikan pengembangan AI sejalan dengan nilai kemanusiaan, perlindungan hak asasi manusia, dan prinsip keadilan sosial.
Forum dihadiri oleh perwakilan tingkat tinggi dari UNESCO, serta negara-negara seperti Malaysia, Kolombia, Prancis, Uni Eropa, Afrika Selatan, dan Uruguay. Dafna Feinholz, Direktur Divisi Riset, Etika, dan Inklusi UNESCO, memandu diskusi yang fokus pada etika, inklusi, dan tata kelola teknologi AI.
Tantangan dan Peluang AI untuk Negara Berkembang
Indonesia sebagai negara berkembang melihat peluang besar dari pengembangan AI dalam berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan digital. Namun, tantangan terkait keterbatasan infrastruktur, literasi digital, serta potensi penyalahgunaan teknologi AI menjadi perhatian utama.
Nezar menekankan pentingnya kolaborasi internasional agar manfaat AI dapat dinikmati secara merata. “Pengembangan AI harus menjamin keadilan dan keterjangkauan, khususnya bagi negara-negara Global South yang berpotensi tertinggal jika tidak ada kerja sama kuat,” ujarnya.
Upaya Pemerintah Perkuat Regulasi dan Inovasi AI
Selain pengembangan SDM, pemerintah Indonesia juga tengah merancang regulasi yang adaptif untuk menghadapi dinamika teknologi AI yang cepat berkembang. Regulasi ini diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang jelas sekaligus melindungi masyarakat dari risiko negatif AI.
Kerja sama dengan sektor swasta dan akademisi juga semakin ditingkatkan untuk mendorong inovasi yang bertanggung jawab. “Kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi kunci agar pengembangan AI tidak hanya inovatif, tetapi juga beretika dan berkelanjutan,” kata Nezar.
Dengan komitmen kuat dari pemerintah dan dukungan berbagai pihak, Indonesia siap memainkan peran strategis dalam tata kelola global AI. Melalui kolaborasi internasional dan pengembangan SDM yang masif, Indonesia menargetkan AI sebagai pendorong pembangunan inklusif dan berkelanjutan demi masa depan yang lebih adil bagi seluruh rakyat.