JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) secara resmi mengumumkan pembatalan kontrak pembelian gas dari Lapangan Mako, Blok Duyung, di Perairan Natuna. Keputusan ini berdampak pada pengurangan proyeksi pasokan gas sebesar 122,77 triliun British Thermal Unit (TBTU).
Penyebab Pembatalan Kontrak
Pembatalan kontrak ini merupakan tindak lanjut dari arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang meminta alokasi gas dari Lapangan Mako dialihkan untuk memenuhi kebutuhan energi domestik. Gas tersebut akan disalurkan ke PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), anak perusahaan PT PLN (Persero).
Conrad Asia Energy Ltd, operator Blok Duyung, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah menerima arahan dari Kementerian ESDM mengenai pengalihan alokasi gas Lapangan Mako ke PLN EPI. "Kementerian ESDM telah mengarahkan agar seluruh gas dari Lapangan Gas dengan tingkat penjualan gas plateau sebesar 111 miliar British Thermal Unit per hari (Bbtud) dialokasikan untuk pasar domestik Indonesia di Batam," ujar Conrad dalam pernyataan resmi.
Dampak Terhadap PGN dan Pemasok Gas
Sebelumnya, PGN telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan Conrad untuk memasok gas dari Lapangan Mako. Namun, dengan adanya pembatalan kontrak ini, PGN harus mencari sumber gas alternatif untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas domestik.
Perlu diketahui, West Natuna Energy Ltd, operator Blok Duyung, dimiliki oleh Conrad Asia Energy Ltd (76,5% hak partisipasi) dan Empyrean Energy Plc (8,5% hak partisipasi). Sisa 15% hak partisipasi dimiliki oleh Coro Energy Duyung (Singapore) Pte. Ltd.
Langkah Selanjutnya
Conrad menyatakan akan menyelesaikan proses PJBG dengan PLN EPI. Perusahaan tengah berkoordinasi dengan PLN dan SKK Migas untuk menargetkan penyelesaian PJBG pada Maret 2025 dan penandatanganan dalam beberapa minggu ke depan.
Dengan alihnya pasokan gas ke PLN EPI, diharapkan dapat mendukung pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar gas di Indonesia, seiring dengan rencana pemerintah untuk menambah kapasitas pembangkit listrik hingga 15 Gigawatt (GW) hingga tahun 2034.
Keputusan ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dan mendukung pembangunan infrastruktur energi di seluruh wilayah Indonesia.