Tarif Royalti Nikel Indonesia Tertinggi di Dunia, Penambang Minta Pemerintah Kaji Ulang

Selasa, 18 Maret 2025 | 12:54:07 WIB
Tarif Royalti Nikel Indonesia Tertinggi di Dunia, Penambang Minta Pemerintah Kaji Ulang

JAKARTA - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengungkapkan bahwa tarif royalti nikel di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dibandingkan negara-negara penghasil nikel lainnya. Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif royalti yang saat ini berlaku sebesar 10% menjadi progresif antara 14% hingga 19%.

"Saya coba banding-bandingkan dengan negara lain. Ternyata dari seluruh negara penghasil nikel, kita yang tertinggi, yaitu 10%. Belum lagi jika ditambah kenaikan hingga 14–19%," ujar Meidy dalam keterangannya, Senin, 18 Maret 2025.

Tarif Royalti di Negara Lain Lebih Rendah

Meidy menjelaskan bahwa perbandingan ini masih menggunakan besaran tarif royalti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2019, di mana tarif royalti saat ini ditetapkan sebesar 10%. Rencana kenaikan menjadi 14% hingga 19% dinilai tidak realistis, terutama karena industri nikel tengah menghadapi berbagai tantangan seperti kenaikan ongkos produksi serta penurunan harga nikel global.

“Negara penghasil nikel lainnya bahkan ada yang membayar royalti berdasarkan keuntungan (profit-based), mirip dengan sistem pajak. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Afrika, dan Eropa memiliki tarif yang lebih rendah dibandingkan Indonesia,” jelasnya.

Meidy memaparkan perbandingan tarif royalti nikel di beberapa negara produsen, antara lain:

China: 2%–10%

Jepang: 1%–1,2%

Filipina: 5%–9%

Vietnam: 10%

Democratic Republic of Congo (DRC): 3,5%

Afrika Selatan: 0,5%–7%

Zambia: 5%

Rusia: 8%

Dengan tarif royalti yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia, negara-negara tersebut tetap mampu menarik investasi di sektor pertambangan nikel dan mempertahankan daya saing global.

Kenaikan Royalti Berpotensi Menurunkan Daya Saing

Lebih lanjut, Meidy menilai bahwa kenaikan tarif royalti ini dapat berdampak negatif terhadap industri nikel nasional, baik di sektor hulu maupun hilir. Menurutnya, beban royalti yang lebih tinggi akan semakin menggerus margin keuntungan perusahaan tambang yang sudah tipis akibat harga nikel global yang menurun.

“Jika tarif royalti ini dinaikkan, akan berkurang minat investasi di sektor hulu-hilir nikel. Daya saing produk nikel Indonesia di pasar global juga bisa menurun drastis,” tambahnya.

Tak hanya itu, kenaikan tarif royalti juga berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, khususnya di sektor hilir yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Tekanan margin akibat royalti tinggi bisa membuat banyak perusahaan kesulitan untuk bertahan, bahkan memilih menutup operasi mereka.

“Kalau penerapan royalti 14% diberlakukan, ada beberapa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang lebih memilih tutup daripada terus beroperasi dengan kerugian,” ujarnya.

Industri Minta Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan

Menanggapi hal ini, APNI berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan tarif royalti nikel. Meidy menegaskan bahwa kebijakan fiskal dalam industri pertambangan seharusnya lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi pasar global agar Indonesia tetap kompetitif di sektor nikel.

Dengan Indonesia yang saat ini menjadi salah satu pemain utama dalam pasar nikel dunia, kebijakan yang terlalu ketat justru bisa berdampak buruk bagi keberlangsungan industri. Oleh karena itu, APNI terus mendorong dialog dengan pemerintah guna mencari solusi terbaik yang tetap mendukung penerimaan negara tanpa mengorbankan keberlanjutan industri nikel nasional.

“Kami berharap ada evaluasi dan diskusi lebih lanjut agar kebijakan ini tidak merugikan industri dalam negeri,” pungkas Meidy.

Diharapkan pemerintah dapat menimbang ulang rencana kenaikan tarif royalti ini dengan mempertimbangkan keberlanjutan investasi, daya saing global, serta stabilitas ekonomi industri nikel di Indonesia.

Terkini

Danantara Jadi Pilar Strategis Kemandirian Fiskal Indonesia

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:22 WIB

Hutama Karya Rayakan Harhubnas Dengan Jembatan Ikonik

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:21 WIB

Jasa Marga Tingkatkan Layanan Tol Cipularang Padaleunyi

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:19 WIB

Waskita Karya Garap Proyek Budidaya Ikan Nila

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:17 WIB