JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menjadi perhatian pada perdagangan Jumat (24/10/2025). Meski bukan pertama kali rupiah menghadapi tekanan, kondisi pasar keuangan global yang dinamis membuat fluktuasi nilai tukar terus terjadi. Pada hari ini, rupiah diperkirakan bergerak dalam rentang Rp16.620–Rp16.680 per dolar AS, dengan kecenderungan melemah.
Pada penutupan sebelumnya, Kamis (23/10/2025), data Bloomberg mencatat rupiah melemah 44 poin atau 0,27% ke posisi Rp16.629 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS justru menguat 0,13% ke level 99,02. Pergerakan ini menunjukkan bahwa dolar sedang berada dalam momentum penguatan di tengah kondisi global yang dipenuhi ketidakpastian, baik dari sisi ekonomi maupun geopolitik.
Di sisi lain, pergerakan mata uang di kawasan Asia tidak menunjukkan pola yang seragam. Beberapa mata uang melemah, sebagian lainnya justru mampu mencatat penguatan tipis. Situasi yang bervariasi tersebut merefleksikan bahwa faktor eksternal masih menjadi pendorong utama dinamika nilai tukar di kawasan.
Baca Juga
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai kondisi saat ini masih dipengaruhi oleh meningkatnya eskalasi politik internasional serta kekhawatiran pelaku pasar terhadap situasi global. Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan kebijakan ekonomi sejumlah negara besar, dolar AS menjadi aset yang kembali diburu investor.
Sentimen Global Dorong Dolar AS Menguat
Salah satu faktor utama yang mendorong penguatan dolar AS adalah ketidakpastian geopolitik. Pemerintah Amerika Serikat disebut sedang menekan Rusia untuk menyetujui gencatan senjata dalam konflik di Ukraina. Kondisi ini menciptakan kecenderungan investor global untuk menempatkan dana di aset yang dianggap lebih aman, termasuk dolar AS.
Di sisi lain, Reuters melaporkan bahwa AS berencana membatasi ekspor perangkat lunak ke China sebagai respons terhadap kebijakan Beijing yang memperketat ekspor tanah jarang. Ketegangan ekonomi antara kedua negara besar tersebut semakin memperkuat persepsi risiko di pasar global.
Selain itu, penutupan pemerintah AS yang sudah memasuki hari ke-22 pada Rabu menjadi faktor tambahan yang menyita perhatian pasar. Negosiasi antara Gedung Putih dan Kongres yang masih menemui jalan buntu memperpanjang ketidakpastian, menjadikan dinamika pasar semakin sensitif.
Di tengah kondisi tersebut, pelaku pasar kini menantikan keputusan suku bunga acuan The Federal Reserve pada pertemuan 29–30 Oktober mendatang. Ekspektasi pasar mengarah pada kemungkinan penurunan 25 basis poin. Namun, Ibrahim menilai rilis data inflasi dan Indeks Manajer Pembelian (PMI) pekan ini dapat menjadi penentu arah kebijakan The Fed berikutnya.
Respons Domestik dan Intervensi Bank Indonesia
Sementara dari dalam negeri, pasar keuangan merespons pernyataan Bank Indonesia mengenai derasnya arus keluar modal asing (capital outflow) dalam beberapa pekan terakhir. Sejak September hingga 20 Oktober 2025, data mencatat net outflow portofolio sebesar US$5,26 miliar.
Arus keluar modal ini memaksa Bank Indonesia untuk terus melakukan intervensi guna menjaga stabilitas rupiah. Intervensi dilakukan melalui pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) serta Non-Deliverable Forward (NDF). Langkah tersebut menjadi bagian penting untuk menjaga volatilitas agar tetap terkendali dan tidak mengganggu aktivitas ekonomi domestik.
Meskipun intervensi dilakukan, tekanan eksternal yang kuat membuat pelemahan rupiah masih terbuka. Ibrahim menyebut bahwa rupiah berpotensi tetap bergerak dalam rentang Rp16.620–Rp16.680 per dolar AS dengan kecenderungan melemah. Sentimen global diperkirakan masih menjadi faktor dominan dalam beberapa waktu ke depan.
Rupiah Dibuka Menguat Tipis pada Awal Perdagangan
Pada awal perdagangan hari ini, rupiah sempat dibuka di level Rp16.625 per dolar AS, atau menguat tipis 0,02%. Namun, kondisi penguatan tersebut masih rentan terhadap sentimen eksternal yang dapat berubah sewaktu-waktu. Di saat yang sama, indeks dolar AS juga tercatat menguat ke posisi 99,00 atau naik 0,07%.
Sejumlah mata uang Asia lainnya juga menunjukkan pergerakan beragam. Ringgit Malaysia naik 0,03%, rupee India menguat 0,09%, dan won Korea mencatat kenaikan 0,27%. Namun beberapa mata uang lain justru melemah. Yen Jepang melemah 0,18%, dolar Hong Kong turun 0,01%, sementara dolar Singapura turun 0,04%. Mata uang lainnya seperti dolar Taiwan, peso Filipina, yuan China, dan baht Thailand juga menunjukkan koreksi.
Pergerakan campuran ini menegaskan bahwa pasar masih sangat dipengaruhi oleh perkembangan global, kebijakan ekonomi negara besar, dan ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter AS.
Ke depan, pelaku pasar dan masyarakat perlu mencermati perkembangan kebijakan moneter global serta langkah stabilisasi yang terus dilakukan oleh otoritas domestik. Dengan kondisi global yang masih berubah cepat, pemantauan rutin terhadap nilai tukar menjadi penting, baik bagi industri, pelaku usaha, maupun masyarakat luas. Rupiah masih berpotensi bergerak fluktuatif, dan keseimbangan kebijakan antara stabilitas dan pertumbuhan akan tetap menjadi agenda utama bagi Bank Indonesia dalam menjaga kondisi ekonomi nasional.
Mazroh Atul Jannah
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Presiden Brasil dan Prabowo Sepakati IM-CEPA Selesai Sebelum Desember 2026
- Jumat, 24 Oktober 2025
Terpopuler
1.
2.
3.
4.
PLTA Poso, Energi Hijau yang Menyala dari Jantung Sulawesi
- 24 Oktober 2025
5.
Sinergi Energi Hijau, PLN Mantapkan Arah Proyek WTE Nasional
- 24 Oktober 2025











